TENTANGPPUAN.com – Puasa, sebagai salah satu rukun Islam, tidak hanya mengajarkan umat Muslim untuk menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga menekankan pengendalian diri secara keseluruhan, termasuk dalam interaksi dengan lingkungan.
Selama bulan Ramadan, umat Muslim diajak untuk merenungkan perilaku konsumtif dan dampaknya terhadap alam.
Misalnya, praktik “Green Ramadhan” mendorong pengurangan penggunaan plastik sekali pakai dan pengelolaan sampah yang lebih baik, sehingga puasa menjadi momentum untuk meningkatkan kesadaran ekologis.
Selain itu, konsep “eco-fasting” atau puasa ekologis mengajak umat Muslim untuk tidak hanya menahan lapar dan haus, tetapi juga menahan diri dari perilaku yang merusak lingkungan. Ini termasuk mengurangi limbah makanan dan memilih sumber daya yang berkelanjutan selama bulan suci.
Peran perempuan dalam pelestarian lingkungan juga sangat signifikan. Sebagai pengelola utama sumber daya rumah tangga, perempuan memiliki pengetahuan dan tanggung jawab unik dalam konservasi keanekaragaman hayati. Mereka sering menjadi agen perubahan yang efektif dalam komunitas mereka, mempromosikan praktik berkelanjutan dan edukasi lingkungan.
Gerakan ekofeminisme menyoroti hubungan antara eksploitasi alam dan penindasan terhadap perempuan, menunjukkan bahwa keduanya sering berasal dari sistem patriarki yang sama.
Dengan menggabungkan perspektif gender dan lingkungan, ekofeminisme menawarkan pendekatan holistik untuk mengatasi krisis lingkungan, mendorong partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan terkait keberlanjutan.
Di Indonesia, banyak inisiatif yang melibatkan perempuan dalam upaya pelestarian lingkungan. Misalnya, program “Perempuan Penjaga Bumi” memberdayakan perempuan untuk menjadi pemimpin dalam proyek-proyek lingkungan, mulai dari tingkat lokal hingga nasional.
Dengan demikian, puasa dan peran aktif perempuan dapat menjadi kombinasi kuat dalam upaya pengendalian kerusakan lingkungan, menuju kehidupan yang lebih berkelanjutan dan harmonis dengan alam.