Hari Buruh dalam Perspektif Perempuan: Tantangan, Ketimpangan, dan Perjuangan Menuju Keadilan

Ilustrasi (Foto: Generate by cht gpt).

TENTANGPUAN.com – Setiap tanggal 1 Mei, dunia memperingati Hari Buruh Internasional sebagai momentum untuk menyoroti perjuangan dan hak-hak pekerja.

Namun, bagi perempuan pekerja di Indonesia, peringatan ini juga menjadi refleksi atas ketimpangan struktural dan sosial yang masih mereka hadapi di dunia kerja.

Berbagai riset dan laporan menunjukkan bahwa perempuan pekerja, baik di sektor formal maupun informal, menghadapi tantangan yang kompleks dan berlapis.​

Ketimpangan Gender dalam Dunia Kerja

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa partisipasi angkatan kerja perempuan di Indonesia masih tertinggal dibandingkan laki-laki. Pada Agustus 2019, partisipasi angkatan kerja perempuan hanya mencapai 51,89%, sementara laki-laki mencapai 83,13% .

Selain itu, lebih dari separuh angkatan kerja berada di sektor informal, di mana 61% adalah pekerja perempuan. Pekerjaan di sektor ini seringkali dianggap bernilai ekonomi rendah dan minim perlindungan hukum

Perempuan pekerja juga menghadapi kesenjangan upah. Meskipun Indonesia telah meratifikasi Konvensi ILO No. 100 tentang Kesetaraan Upah sejak 1958, kesenjangan upah antara laki-laki dan perempuan masih signifikan.

Kurang dari 50% perempuan di angkatan kerja bekerja sebagai profesional, dan hanya 30% yang menduduki posisi manajerial, dengan bayaran yang lebih rendah dibandingkan laki-laki .

Beban Ganda dan Norma Sosial

Norma sosial yang mengakar kuat menempatkan perempuan sebagai pengasuh utama dalam keluarga. Lebih dari 90% perempuan usia 18-40 tahun melakukan pekerjaan rumah tangga tanpa bayaran.

Hal ini menyebabkan banyak perempuan terpaksa berhenti dari pekerjaan berbayar karena tanggung jawab pengasuhan.

Survei ILO menunjukkan bahwa investasi dalam layanan pengasuhan universal dapat meningkatkan tingkat partisipasi kerja perempuan dari 49% pada 2019 menjadi 56,8% pada 2035 .​

Kekerasan dan Diskriminasi di Tempat Kerja

Komnas Perempuan mencatat bahwa sepanjang tahun 2022 terdapat 112 kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan pekerja, termasuk kekerasan seksual dan pelanggaran hak maternitas .

Pekerja rumah tangga, yang mayoritas adalah perempuan, seringkali tidak mendapatkan perlindungan hukum yang memadai.

RUU Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) yang telah lama diperjuangkan masih belum disahkan, meninggalkan jutaan pekerja tanpa perlindungan hukum yang layak .​

Kesadaran dan Perjuangan Kolektif

Meskipun menghadapi berbagai tantangan, perempuan pekerja menunjukkan kesadaran dan perjuangan kolektif yang kuat.

Penelitian terhadap anggota serikat pekerja FSBPI di Jakarta menunjukkan bahwa meskipun terdapat hambatan seperti beban kerja tinggi dan intimidasi dari perusahaan, perempuan pekerja mulai menunjukkan kesadaran kritis dalam memperjuangkan hak-hak mereka, khususnya hak maternitas .​