Mama Tiwi, Perempuan di Balik Masuk dan Berkembangnya Koran di Wilayah BMR

Mama Tiwi, (Foto: Sajidin Kandoli).
Mama Tiwi, (Foto: Sajidin Kandoli).

TENTANGPUAN.COM – Sebelum media siber berkembang pesat, surat kabar atau koran menjadi media massa yang cukup banyak digandrungi masyarakat. Lewat koran, masyarakat bisa mendapatkan berbagai informasi.

Tak hanya itu, bagi Sitimurni Sakali koran juga menjadi titik awal baginya memulai usaha penyaluran. Siti adalah sosok perempuan yang berasal dari Kota Kotamobagu. Dirinya akrab dengan berbagai perusahaan koran di Sulawesi Utara.

Tak banyak yang tahu, Siti turut menjadi salah satu saksi bagaimana koran mulai masuk di wilayah Bolaang Mongondow Raya, (BMR). Ia cukup dekat dengan para loper.

Semuanya berawal ketika Siti yang akrab disapa Mama Tiwi ini, mencoba menggeluti bisnis dengan menjadi salah satu distributor koran sejak tahun 1994 di wilayah Sangihe. Setelah empat tahun kemudian Siti kembali mencoba peruntungan dan pindah ke Kota Kotamobagu, sekitar tahun 1998-an. Di Kota Kotamobagu ia melanjutkan bisnis tersebut hingga sekarang.

Suka Duka
Tak hanya di Kotamobagu, Siti juga menjalankan bisnis di wilayah Minahasa. Hal tersebut terungkap saat perempuan berusia 59 tahun ini ditemui di rumahnya. Sambil menggendong cucu ia bercerita bagaimana suka dukanya menjadi developer koran.

“Kalau di Sangihe koran masuk per dua hari, selain itu ada banyak saingan. Sering saat menjemput koran di kapal jatah koran yang akan saya jual disembunyikan dan harus dicari,” ujarnya.

Kesuksesan tidak datang begitu saja, Siti mengatakan kendala yang ia hadapi di Sangihe berbeda dengan di Kotamobagu. Menurutnya, setelah pindah dan pertama kali menjadi distributor koran di Kotamobagu, jatah koran yang ia terima hanya sebanyak 20 Eksemplar (Eks) per media.

“Jika hitung-hitungan, saat itu memang masih merugi. Namun seiring berjalannya waktu, dan saya mulai dipercaya oleh media koran yang ada, bahkan saya pernah mendapatkan jatah seribu Eks per media,” katanya.

Usaha Terdampak COVID-19
Covid-19 atau Virus Corona yang terjadi pada akhir tahun 2019 memiliki dampak signifikan pada ekonomi. Pembatasan pergerakan yang diberlakukan pemerintah guna membatasi penyebaran virus berbahaya ini membuat banyak usaha tutup.

Krisis ini juga terjadi pada perusahaan media cetak, hingga membuat produksi koran semakin sedikit. Kondisi tersebut turut mempengaruhi usaha penyaluran termasuk developer koran.

Mama Tiwi bahkan mengaku dirinya mendapatkan jatah per medianya, ada yang dibawah 100 eksemplar ada juga yang 300 eksemplar.

Selain itu pasca Covid-19, hanya ada beberapa media cetak saja yang tetap bertahan sampai saat ini. Terlebih, setelah kemunculan media online.

Berdasarkan data dari Serikat Penerbit Pers (SPS), yang dikutip dari publikasi.unitri.ac.id menunjukan penurunan jumlah media cetak begitu terasa pada tahun 2015. Jumlah media cetak menurun secara signifikan dalam kurun waktu itu, meskipun penurunan sudah mulai terjadi sejak tahun 2012 dalam jumlah kecil.

Dari 1.321 media cetak yang tercatat di tahun 2014, tersisa 1.218 di tahun 2015. Dan bertahap dua tahun selanjutnya penurunan semakin drastis lagi, yakni menjadi 810 media cetak di tahun 2016 menjadi 793 pada tahun 2017.

Tetap Konsisten dengan Pekerjaan
Suka duka telah Mama Tiwi lalui, sehingga meski saat ini jumlah koran semakin sedikit, Mama Tiwi tak gentar.

Mama Tiwi mengatakan, ia akan terus menjalankan bisnis distributor koran di Kota Kotamobagu dan di wilayah Bolaang Mongondow Raya (BMR). Ia mengaku akan konsisten hingga sudah tidak ada lagi media cetak yang menerbitkan koran.

“Saat ini jumlah orang kerja (loper) yang bekerja sama dengan saya itu ada lima orang. Mereka terbagi di beberapa daerah yang ada di BMR. Saya tetap jalan saja, kecuali sudah tidak ada perusahaan Media Cetak yang menerbitkan koran, itu mungkin baru saya juga ikut tutup,” tutupnya.

Penulis: Sajidin Kandoli

Leave a Reply

Your email address will not be published.