TENTANGPUAN.com – Traveling kini bukan sekadar soal destinasi indah dan foto estetik di Instagram. Generasi milenial dan Gen Z mulai membawa misi baru dalam setiap perjalanannya: berwisata tanpa meninggalkan jejak karbon.
Bukan rahasia lagi, industri pariwisata punya kontribusi besar terhadap emisi global. Dari penerbangan jarak jauh, konsumsi energi di hotel, hingga makanan impor di restoran, setiap langkah wisata meninggalkan carbon footprint — jejak gas rumah kaca yang mempercepat pemanasan global.
Sebagai gambaran, penerbangan pulang-pergi Jakarta–Bali bisa menghasilkan lebih dari 400 kilogram CO₂ per penumpang. Itu setara dengan menyalakan 50 lampu selama seminggu penuh. Belum lagi penggunaan AC di kamar hotel, air panas untuk mandi, dan kendaraan sewa di destinasi wisata.
Namun, tren baru muncul di kalangan traveler muda: mereka tidak ingin hanya menikmati keindahan alam, tapi juga ikut menjaga keseimbangannya.
Dari Jejak Emisi ke Aksi Nyata
Kini, banyak wisatawan sadar bahwa mereka bisa mengompensasi (offset) emisi perjalanan melalui platform perdagangan karbon (carbon trade). Caranya sederhana: setelah menghitung total emisi perjalanannya, traveler bisa membeli carbon credit dari proyek hijau — seperti penanaman pohon, restorasi hutan mangrove, atau energi terbarukan — untuk menebus jejak karbon yang mereka hasilkan.
Di Indonesia, beberapa startup dan NGO sudah bergerak di bidang ini. Salah satunya Fairatmos, platform yang membantu traveler dan perusahaan menghitung serta menebus emisi karbon dengan mendukung proyek kehutanan rakyat di Kalimantan dan Sulawesi. Setiap kredit karbon yang dibeli berarti satu ton karbon terserap kembali ke alam — dan di sisi lain, memberi pendapatan tambahan bagi komunitas lokal penjaga hutan.
Ada juga Jejak.in, inisiatif digital yang mempermudah pengguna menanam pohon virtual yang terhubung dengan proyek konservasi nyata. Lewat aplikasi ini, wisatawan bisa memilih lokasi, jenis pohon, dan bahkan memantau pertumbuhannya secara langsung.
Tips Traveling Tanpa Jejak Karbon
Gaya hidup hijau tak berarti harus berhenti jalan-jalan. Yang penting adalah bagaimana kita melakukannya. Berikut cara sederhana untuk jadi bagian dari tren wisata hijau:
- Kurangi penerbangan jarak pendek. Ganti dengan perjalanan darat menggunakan kereta atau bus lokal. Selain lebih hemat, kamu bisa menikmati pemandangan yang sering terlewat dari udara.
- Pilih penginapan hijau. Banyak hotel dan homestay kini menerapkan konsep ramah lingkungan — dari pengelolaan limbah, penggunaan energi terbarukan, hingga larangan botol plastik sekali pakai.
- Makan lokal, dukung UMKM. Mengonsumsi produk lokal mengurangi emisi transportasi dan membantu ekonomi masyarakat sekitar.
- Bawa botol dan alat makan sendiri. Sederhana, tapi berdampak besar untuk mengurangi plastik sekali pakai.
- Offset emisi sebelum pulang. Gunakan platform seperti Fairatmos atau Jejak.in untuk menghitung jejak karbonmu dan menebusnya lewat pembelian kredit karbon.
Gaya Hidup, Bukan Tren Sesaat
Bagi traveler muda, gaya hidup berkelanjutan kini bukan hanya tren — tapi bentuk tanggung jawab sosial. Dengan langkah-langkah kecil, mereka membuktikan bahwa pariwisata bisa tetap hidup tanpa mengorbankan alam.
Perjalanan tanpa jejak karbon bukan berarti tanpa petualangan. Justru, ia memberi makna baru pada kata “pergi”: bukan sekadar melihat dunia, tapi berjalan selaras dengan bumi.
Karena pada akhirnya, tempat paling indah yang ingin kita kunjungi — adalah planet yang tetap layak untuk ditinggali.