Pentingnya Berperspektif Korban dalam Penulisan Kasus Kekerasan Seksual

Ilustrasi, (Foto: Pixabay.com).
Ilustrasi, (Foto: Pixabay.com).

TENTANGPUAN.com – Kekerasan seksual (KS) adalah isu yang sangat kompleks dan sensitif, melibatkan pengalaman trauma mendalam bagi para korban.

Dalam meliput atau menulis tentang kasus kekerasan seksual, penting bagi jurnalis, penulis, maupun masyarakat umum untuk memahami pentingnya perspektif korban.

Pendekatan ini tidak hanya bertujuan melindungi martabat dan hak korban, tetapi juga memberikan pemahaman yang lebih adil dan empatik tentang kejadian yang dialami mereka.

Melindungi Privasi dan Martabat Korban

Korban kekerasan seksual sering kali mengalami trauma berkepanjangan, baik fisik maupun psikologis. Menyampaikan kisah mereka secara detail tanpa mempertimbangkan perspektif korban dapat memperburuk penderitaan mereka.

Oleh karena itu, sangat penting bagi jurnalis dan penulis untuk menjaga privasi dan menghindari informasi yang bisa mengidentifikasi korban, seperti nama, alamat, atau informasi pribadi lainnya.

Selain itu, fokus pemberitaan seharusnya diarahkan pada tindakan pelaku dan struktur sosial yang memungkinkan terjadinya kekerasan, bukan pada hal-hal yang bisa menyudutkan korban, seperti pakaian, latar belakang, atau tindakan mereka sebelum kejadian.

Menulis dengan sudut pandang korban memastikan bahwa martabat mereka tetap terlindungi dan tidak menjadi bahan penghakiman publik.

Menghindari Reviktimisasi

Reviktimisasi terjadi ketika korban diperlakukan seolah-olah mereka bertanggung jawab atas kejahatan yang menimpa mereka.

Narasi yang tidak berperspektif korban sering kali menciptakan ruang bagi reviktimisasi, di mana publik atau pembaca cenderung menyalahkan korban atas kejadian yang menimpanya. Misalnya, mempertanyakan alasan korban berada di suatu tempat tertentu atau tindakan mereka sebelum kekerasan terjadi.

Ketika menulis tentang kekerasan seksual, penting untuk tidak memposisikan korban sebagai subjek yang patut dicurigai atau dipertanyakan, melainkan sebagai individu yang perlu perlindungan dan dukungan.

Hal ini dapat dilakukan dengan menggambarkan korban sebagai pihak yang dilukai, bukan sebagai pihak yang “salah” dalam konteks sosial.

Mengedepankan Empati dan Pemulihan Korban

Penulisan kasus kekerasan seksual yang berperspektif korban juga harus didasarkan pada empati dan fokus pada upaya pemulihan korban.

Narasi yang dibangun bukan hanya menyoroti pengalaman pahit yang mereka alami, tetapi juga mendorong pembaca untuk memahami dampak kekerasan tersebut, seperti trauma emosional, rasa takut, hingga hilangnya rasa aman dalam lingkungan sosial mereka.

Penulis dapat menekankan pentingnya dukungan yang diberikan kepada korban, baik dari segi hukum, psikologis, maupun sosial.

Memberikan ruang bagi korban untuk menceritakan pengalaman mereka (tanpa paksaan) dan menyoroti kebutuhan mereka dalam proses pemulihan adalah bagian penting dari perspektif ini.

Mengubah Narasi Sosial tentang Kekerasan Seksual

Perspektif korban dalam penulisan juga bertujuan untuk mengubah narasi sosial yang sering kali menyudutkan korban kekerasan seksual.

Masyarakat sering kali lebih terfokus pada stereotip yang merugikan korban daripada memahami akar masalah kekerasan itu sendiri.

Dengan menulis dari sudut pandang korban, kita bisa membantu membongkar mitos-mitos yang menstigmatisasi korban dan menciptakan ruang diskusi yang lebih beradab dan inklusif.

Penulis yang berperspektif korban dapat membantu mematahkan mitos seperti, “korban yang salah karena berpakaian tertentu” atau “korban memprovokasi kekerasan tersebut.”

Narasi yang tepat dapat memberikan pemahaman bahwa kekerasan seksual adalah kejahatan serius yang berakar pada ketimpangan kuasa, bukan pada kesalahan korban.

Mendorong Rasa Keadilan dan Perlindungan Hukum

Pendekatan berperspektif korban dalam menulis kasus kekerasan seksual juga memainkan peran penting dalam mendukung upaya perlindungan hukum bagi korban.

Melalui tulisan yang empatik, jurnalis dapat menyoroti betapa pentingnya penegakan hukum yang berpihak pada korban dan menekankan kebutuhan untuk memperkuat regulasi yang melindungi mereka.

Menulis dengan perspektif korban dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya melaporkan kasus kekerasan seksual dan mendorong pembaca untuk mendukung perubahan hukum yang lebih tegas terhadap pelaku kekerasan seksual.

Jadi Sahabat Puan, menulis dengan perspektif korban dalam kasus kekerasan seksual bukan hanya tentang bagaimana kita mengungkapkan informasi, tetapi juga tentang cara kita memberikan ruang bagi korban untuk didengar, dilindungi, dan dipulihkan.

Ini adalah tanggung jawab moral bagi para jurnalis, penulis, dan masyarakat luas untuk berempati dan berkomitmen melawan stigma serta mendorong perlindungan dan keadilan bagi para korban kekerasan seksual.

Leave a Reply

Your email address will not be published.