TENTANGPUAN.COM – Pengadilan Agama (PA) Boroko mencatat pada tahun 2022 permohonan dispensasi nikah mencapai 120 perkara. Dengan penyebab paling tinggi adalah hamil di luar nikah.
Panitera muda hukum PA Boroko Abdul Muis Ali, S.Ag mengatakan penyebab hamil duluan mencapai 74 perkara atau 62 persen pada tahun 2022.
Ia menambahkan selanjutnya pelanggaran mencapai 32 perkara atau 27 persen.
Selanjutnya kata Muis hubungan sangat erat mencapai 12 perkara atau 10 persen.
“Ada juga keinginan orang tua yang menikahkan anaknya dengan dua perkara. Padahal anak tersebut masih berkeinginan untuk sekolah,” kata Muis.
Walau begitu menurut Muis tidak semua permohonan pernikahan usia anak tersebut dikabulkan.
Peran orangtua mencegah pernikahan usia anak di Bolmut.
Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBPPPA) Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (Bolmut) Yani Lasama menegaskan orang tua memiliki peran penting dalam mencegah pernikahan usia anak.
“Orang tua memiliki peran penting dalam mencegah pernikahan usia anak,” ujar Lasama.
Menurutnya selain peran orang tua, keterlibatan pemerintah desa, Kecamatan sangatlah penting.
“Selain itu peran tokoh agama dan tokoh masyarakat juga diperlukan dalam mencegah pernikahan usia anak,” kata Yani.
Dirinya juga menjelaskan selain itu peran sekolah juga sangat diperlukan.
Yani menambahkan, pihaknya tentu terus melakukan sosialisasi terkait pencegahan usia anak. Termasuk bekerjasama dengan berbagai pihak yang ada.
Sebelumnya, Deputi Bidang pemenuhan hak anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Lenny Rosalin mengungkapkan kasus perkawinan anak tidak boleh terjadi.
Pernikahan usia anak memiliki berbagai dampak negatif yang tidak hanya merugikan anak, maupun keluarga, tapi secara keseluruhan juga merugikan negara.
“Dampak negatif dari perkawinan anak inilah yang perlu terus-menerus kita sampaikan kepada masyarakat, baik kepada keluarga, anak, maupun semua pihak terkait,” katanya.
Adapun berbagai dampak negatif dari perkawinan anak, yaitu meningkatnya angka anak putus sekolah akibat menikah, tingginya angka stunting, angka kematian bayi, angka kematian ibu, meningkatnya pekerja anak, adanya upah rendah, sehingga menimbulkan kemiskinan.
“Belum lagi dampak perkawinan anak lainnya seperti tingginya KDRT, kekerasan terhadap anak, terganggunya kesehatan mental anak dan ibu, munculnya pola asuh yang salah pada anak, hingga identitas anak yang tidak tercatat karena tidak memiliki akta kelahiran, sehingga memunculkan risiko terburuk yaitu terjadinya perdagangan orang,” ujarnya.
Masalah pernikahan usia anak merupakan masalah kritis mengingat masih banyak daerah di Indonesia yang memiliki angka perkawinan anak cukup tinggi.
Berikut Data Permohonan Dispensasi Pernikahan Usia Anak Bolmut:
Tahun 2019: 38 Perkara
Tahun 2020: 85 Perkara
Tahun 2021: 84 Perkara
Tahun 2022: 120 Perkara
Sumber Pengadilan Agama Boroko.
Penulis: Fandri Mamonto