Perempuan Dumoga Menemukan Kemandirian di Kebun Kakao Sisil

Kadek Ganti dan Niluh Gunasih merawat bibit kakao di kebun milik Sisil di Desa Werdhi Agung Selatan, (Foto: Neno Karlina).

TENTANGPUAN.com – Pagi di Desa Werdhi Agung Selatan, Kecamatan Dumoga, tak lagi sekadar diwarnai rutinitas bertani konvensional. Di tengah hamparan kebun bibit kakao milik Sisilia Ni Wayan Nirasti, atau akrab disapa Sisil, puluhan perempuan desa kini menemukan ruang baru untuk bekerja, belajar, dan meraih kemandirian.

Kadek Ganti (47), perempuan asal Bali yang merantau bersama keluarganya di Dumoga, mengaku hidupnya berubah sejak setahun terakhir. Ia tak lagi harus menggembala sapi atau mencari rumput di kebun. Kini, setiap hari ia mengisi polybag, merawat tanaman kakao, dan membantu memindahkan bibit di kebun milik Sisil.

“Bekerja bersama Sisil adalah pekerjaan yang ringan. Tapi manfaatnya besar,” ujar Kadek kepada Tentangpuan.com.

Dulu, Kadek hanya mengandalkan penghasilan suami. Kini, ia bisa menopang kebutuhan rumah tangga dan membiayai sekolah anaknya. “Kalau suami tidak punya, saya yang bantu kasih uang. Sekarang saya merasa lebih baik. Saya merasa merdeka,” ucapnya dengan senyum bangga.

Kisah serupa datang dari Niluh Gunasih (67), perempuan sepuh yang tetap bersemangat bekerja di kebun bibit kakao. Setiap pagi, ia merawat tanaman, mengisi polybag, dan membersihkan kebun. “Kerja di sini seperti olahraga. Badan jadi sehat, hati senang,” katanya sambil tersenyum.

Dengan bayaran harian sebesar Rp100 ribu, bahkan kadang ditambah bonus, Niluh mengaku merasa dihargai. “Saya bersyukur. Sekarang saya bisa hidup mandiri, tidak tergantung siapa-siapa,” ungkapnya. Baginya, bekerja di kebun bukan hanya soal penghasilan, tetapi juga kebahagiaan dan harga diri.

Sisil, yang memulai gerakan menanam kakao di Werdhi Agung Selatan pada 2018, mengatakan bahwa para pekerja lebih memilih upah harian. “Rata-rata mereka bilang lebih enak harian karena bisa langsung bawa pulang uang untuk kebutuhan rumah,” jelasnya.

Gerakan ini tak hanya mengubah lahan tidur menjadi produktif, tetapi juga membalik stigma bahwa perempuan desa hanya berperan sebagai pendamping dalam pertanian. “Kebun ini bukan sekadar tempat kerja, tapi ruang belajar dan pemberdayaan,” kata Sisil.

Kini, kebun bibit kakao di Werdhi Agung Selatan tak hanya menghasilkan tanaman berkualitas, tetapi juga menumbuhkan solidaritas dan kemandirian. Di antara barisan polybag dan pohon kakao muda, semangat perempuan seperti Kadek Ganti dan Niluh Gunasih tumbuh, mengakar, dan memberi bukti bahwa pemberdayaan bisa hidup di tengah desa kecil di Dumoga.