TENTANGPUAN.com – Kepala Bidang Produksi Tanaman Perkebunan Dinas Perkebunan Kabupaten Bolaang Mongondow, Syamsul Pobela, memulai obrolan hangat mengenai geliat pertanian kakao yang mulai tumbuh di wilayahnya.
“Apa yang diinisiasi oleh Ibu Sisil ini gerakan yang sangat bagus,” kata Syamsul membuka wawancara. Ia mengaku pernah berkunjung langsung ke lokasi pembibitan dan melihat langsung kualitas bibit yang dihasilkan komunitas yang digagas Sisil. “Bibitnya sangat bagus. Bahkan saya berani katakan ini sudah bisa dikategorikan sebagai pembibitan modern,” ujarnya.
Namun, Syamsul mengakui bahwa hingga kini Dinas Perkebunan belum memiliki program khusus untuk mendampingi komunitas lokal seperti milik Sisil. “Sejauh ini kami hanya memberikan bibit yang diminta masyarakat lewat Musrenbang. Ketika bertemu Ibu Sisil, saya juga sempat menanyakan soal pendampingan. Sayangnya memang belum ada program ke arah sana,” jelasnya.

Meski begitu, Syamsul menyarankan Sisil untuk mengurus legalitas usahanya agar ke depan bisa bekerja sama dengan pemerintah. “Kalau nanti ada pengadaan bibit, permintaan dari masyarakat hasil Musrenbang, kami bisa minta pihak Ibu Sisil untuk kerja sama. Apalagi kalau bibit kakao kita ambil dari luar, perjalanannya jauh, bibit bisa stres, jadi sangat bagus kalau ada di sini saja,” katanya.
Syamsul juga menjelaskan bahwa Disbun Bolmong merupakan satu-satunya dinas teknis perkebunan di Sulawesi Utara yang tidak memiliki pembibitan sendiri karena keterbatasan anggaran dan tenaga. Dalam hal ini, inisiatif warga seperti Sisil sangat berarti.
Ketika ditanya tentang alih fungsi lahan yang mulai berkurang karena adanya gerakan menanam kakao, Syamsul menyebut bahwa ini adalah hal positif. “Banyak warga tadinya cepat menjual lahan karena merasa tidak ada nilai ekonomis. Tapi sekarang mulai berpikir untuk tanam kakao karena melihat peluang ekonominya sangat baik,” ujarnya.
Ia pun menyebutkan bahwa perempuan bisa berperan besar dalam pertanian kakao. “Kami lihat di lapangan, terutama di kelompok yang didampingi Ibu Sisil, ternyata semua pekerjanya perempuan. Yang bikin got, melayani pembelian bibit, semua perempuan. Ini luar biasa,” kata Syamsul kagum.
Norma Gonibala, pendamping teknis Disbun Bolmong yang turut serta dalam wawancara, menambahkan bahwa kakao sangat prospektif. “Panen bisa dua kali dalam sebulan, jadi sangat menjanjikan. Apalagi ada panen sela di luar panen raya,” katanya.
Kini Sisil mulai beralih ke metode penanaman organik. Meski belum sepenuhnya, namun ia telah mencoba mengganti sebagian teknik pertanian konvensional. Syamsul menyambut baik hal ini. “Sejak 2024 pusat dan provinsi sudah mulai mendorong kita beralih ke organik. Pupuk kimia mahal dan kulit kakao juga bisa dimanfaatkan jadi bahan organik. Tapi seperti yang dikatakan Ibu Sisil, butuh waktu dan proses,” jelasnya.
Terkait legalitas, Disbun Bolmong merekomendasikan agar bibit kakao yang dihasilkan harus memiliki sertifikat dan izin. “Termasuk komunitas usaha Bening yang digagas Ibu Sisil, harus ada legalitas. Supaya kalau ada kerja sama dengan pemerintah bisa lebih kuat, dan ini juga melindungi dari pihak luar yang mengambil bibit tanpa aturan,” tegas Syamsul.
Soal pasar, Syamsul juga menanggapi keluhan petani kakao yang masih menjual hasil ke calo. “Sekarang pemerintah sedang berproses menciptakan pasar agar harga stabil. Ada perusahaan dari Gorontalo, PT Torkodom, yang sudah MoU dengan Kotamobagu dan Bolmong. Tapi mereka minta hasil fermentasi, dan ini jadi tantangan. Petani ingin cepat, sedangkan fermentasi butuh seminggu,” ungkapnya. Ia menyebut bahwa alat fermentasi memang belum tersedia dari pemerintah karena keterbatasan anggaran, namun ia optimistis petani bisa membuatnya sendiri. “Kami berharap, tanaman kakao bisa jadi andalan baru. Panen dua kali sebulan bisa bantu ekonomi petani. Apalagi sekarang harga beras tinggi, hasil panen kakao bisa menutupi kebutuhan,” pungkas Syamsul.