TENTANGPUAN.com – Peran gender dalam rumah tangga juga ikut bergeser seiring dengan perubahan nilai dan struktur sosial. Salah satu perubahan yang semakin terlihat adalah keterlibatan ayah sebagai pengasuh utama anak, yang dulunya dianggap sebagai wilayah eksklusif ibu.
Fenomena ini menunjukkan transformasi penting dalam cara masyarakat memandang tanggung jawab domestik dan pengasuhan anak.
Dulu, ayah identik dengan peran pencari nafkah, sementara ibu mengurus rumah dan anak-anak. Namun, seiring meningkatnya partisipasi perempuan dalam dunia kerja, banyak keluarga mulai merancang ulang pembagian peran.
Ayah yang memilih untuk menjadi pengasuh utama, baik karena alasan kesepakatan bersama maupun kebutuhan, dan kini bukan lagi sesuatu yang tabu, melainkan bagian dari kehidupan rumah tangga yang lebih setara.
Sebuah riset dari Pew Research Center (2023) menunjukkan bahwa di Amerika Serikat, sekitar 17 persen ayah tinggal di rumah sebagai pengasuh utama, dan 60 persen dari mereka menyatakan merasa puas dengan peran tersebut.
Meskipun data ini berasal dari luar negeri, tren serupa juga mulai tampak di Indonesia, terutama di kalangan keluarga urban dan pasangan muda yang lebih terbuka terhadap kesetaraan gender.
Namun, pergeseran ini masih menghadapi tantangan, terutama dari norma sosial dan tekanan budaya patriarkal. Banyak ayah yang memilih menjadi pengasuh utama harus menghadapi stigma, dianggap tidak “cukup laki-laki”, atau bahkan diremehkan secara sosial.
Selain itu, masih minimnya dukungan kebijakan seperti cuti ayah yang memadai, menjadi penghambat keterlibatan laki-laki dalam pengasuhan sejak anak lahir.
Di sisi lain, anak-anak yang tumbuh dengan pengasuhan ayah mendapatkan manfaat besar. Studi menunjukkan bahwa keterlibatan ayah secara aktif dalam pengasuhan dapat meningkatkan rasa aman, prestasi akademik, dan kesehatan mental anak.
Hubungan emosional yang erat dengan ayah juga memperkuat perkembangan sosial dan empati anak.
Perubahan peran ini juga memberi dampak positif bagi ibu, yang tidak lagi harus menanggung seluruh beban pengasuhan sendirian.
Dalam rumah tangga yang membagi peran secara setara, kualitas hubungan antar pasangan cenderung lebih sehat, dengan komunikasi dan rasa saling menghargai yang lebih kuat. Keluarga pun tumbuh dalam iklim kolaboratif, bukan kompetitif.
Melihat realitas ini, penting bagi masyarakat, media, dan pembuat kebijakan untuk mendorong narasi baru tentang ayah sebagai pengasuh utama. Dengan mendukung pilihan ini, kita tidak hanya memperkuat ikatan keluarga, tetapi juga mempercepat terciptanya masyarakat yang lebih adil dan inklusif dalam memaknai peran gender.