TENTANGPUAN.com – Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Kotamobagu menggelar Pelatihan Manajemen Kasus Bagi Lembaga Penyedia Layanan Perlindungan Perempuan dan Anak, Kamis (12/9/2024), di Sutan Raja Hotel Kotamobagu.
Pelatihan ini diikuti oleh 80 peserta dari berbagai lembaga terkait, mulai dari lembaga peradilan, aparat keamanan, hingga tokoh masyarakat.
Pelatihan bertujuan memperkuat pemahaman dan komitmen lembaga-lembaga layanan dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, sekaligus memberikan edukasi kepada masyarakat tentang manajemen kasus yang responsif.
Asisten I Setda Kotamobagu, Nasli Paputungan, dalam sambutannya saat membuka acara, mengungkapkan bahwa hingga 12 Desember 2024, telah tercatat 109 kasus kekerasan, terdiri dari 78 kasus kekerasan terhadap anak dan 31 kasus kekerasan terhadap perempuan.
“Kegiatan ini bertujuan memberikan dorongan kepada masyarakat luas agar lebih sadar terhadap pentingnya perlindungan perempuan dan anak, serta bagaimana melaporkan kasus dengan tepat,” ujarnya.
Kepala DP3A Kota Kotamobagu, Sarida Mokoginta, menegaskan pentingnya sinergi lintas lembaga dalam meningkatkan kualitas penanganan kasus.
“Pelatihan ini diharapkan dapat meminimalisir kasus kekerasan di Kotamobagu, dengan meningkatkan komitmen lembaga-lembaga pelayanan terhadap isu ini,” jelas Sarida.
Sementara itu, Pendeta Cristina Panguliman, salah satu tokoh agama yang hadir sebagai peserta, menyoroti pentingnya menghapus stigma negatif di masyarakat.
“Kegiatan ini memunculkan rasa percaya dan aman bagi korban untuk melapor. Kita harus menghapus pandangan bahwa kasus ini adalah aib, sehingga penanganannya menjadi lebih terbuka,” ujarnya.
Senada dengan itu, Wakil Ketua Forum Anak Daerah, Dewi Rahmawati, berharap laporan kasus dapat ditindaklanjuti dengan lebih cepat.
“Kasihan bagi mereka yang tidak berani melapor atau kasusnya tidak dipublikasikan. Diperlukan perhatian lebih untuk menangani laporan-laporan yang masuk,” harapnya.
Pelatihan ini juga menghadirkan perwakilan lembaga hukum, psikolog, konselor hukum, advokat, dan berbagai organisasi masyarakat yang diharapkan dapat memperkuat jejaring kerja dalam menangani kasus-kasus kekerasan secara serius dan berkelanjutan.