Keteguhan “Mbak Jamu” 18 Tahun Menghidupi Keluarga dengan Penuh Semangat

Keteguhan Mbak Jamu: 18 Tahun Menghidupi Keluarga dengan Jamu Keliling di Kotamobagu, (Foto: TENTANGPUAN.com).
Keteguhan Mbak Jamu: 18 Tahun Menghidupi Keluarga dengan Jamu Keliling di Kotamobagu, (Foto: TENTANGPUAN.com).

TENTANGPUAN.com – Mbak Jamu, seorang perempuan berusia 51 tahun yang telah menetap di Kotamobagu selama 18 tahun, terus menjadi sosok yang familier di kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkup Pemerintahan Kota Kotamobagu.

Enggan menyebutkan nama aslinya, sebab lebih suka dikenal sebagai “Mbak Jamu,” yang mencerminkan dedikasinya terhadap pekerjaan yang telah digelutinya bertahun-tahun.

“Dari dulu orang mengenal saja dengan mbak jamu, dan itu sudah lekat,” jelasnya, Selasa, 20 Agustus 2024.

Perempuan kelahiran Desa Sidodowo, Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur ini, selalu menyapa pelanggan dengan senyum sumringah dan sapaan hangat setiap kali menjajakan dagangannya.

Dengan keterampilan yang dimilikinya, Mbak Jamu menawarkan berbagai jenis jamu dan gorengan yang dijualnya dengan cara berkeliling, terutama ke kantor-kantor pemerintah di Kotamobagu, hampir setiap pagi.

Meskipun usia terus bertambah, semangatnya tak pernah surut. Dengan harga yang terjangkau, jamu dijual Rp5 ribu per gelas, sementara gorengan dijual dengan harga bervariasi.

“Kalau jamu Rp5 ribu per gelasnya. Kalau gorengan tergantung, apa yang mau dibeli. Ada yang Rp5 ribu per empat buah, ada juga per tiga buah,” kata Alvi Mamonto, salah satu pelanggan setianya.

Alpian Limpaton, salah seorang pelanggan tetap lainnya, mengaku rutin mengonsumsi jamu dari Mbak Jamu setiap hari.

“Saya suka minum jamu, bahkan sudah terbiasa minum jamu mbak ini setiap hari. Terlebih ini tradisional, sangat baik untuk tubuh,” ujarnya.

Di tengah kesibukan sebagai penjual jamu keliling, Mbak Jamu tetap bersyukur atas penghasilannya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.

“Modal memang lumayan besar, tapi alhamdulillah sebanding dengan pemasukan. Yang penting, saya bisa membeli beras dan kebutuhan lainnya,” tuturnya.

Dengan segala keterbatasan, Mbak Jamu tetap tegar dan bersyukur atas karunia Tuhan. Baginya, Kotamobagu bukan sekadar tempat mencari nafkah, melainkan juga rumah yang penuh dengan keramahan dan kehangatan.

“Alhamdulillah, saya sudah lama di sini. Kotamobagu sudah seperti rumah, tempat mencari nafkah, dengan masyarakat yang ramah-ramah,” pungkasnya.

Perspektif Gender: Perjuangan Perempuan dalam Mencari Nafkah

Mbak Jamu adalah contoh nyata bagaimana seorang perempuan mampu bertahan dan berdikari dalam kondisi yang penuh tantangan.

Menjalani profesi sebagai penjual jamu keliling bukanlah pekerjaan yang mudah, terlebih bagi seorang perempuan yang harus berhadapan dengan berbagai kendala, mulai dari beban fisik hingga stigma sosial.

“Mbak Jamu membuktikan bahwa perempuan memiliki kekuatan dan ketangguhan untuk terus berjuang demi memenuhi kebutuhan hidup,” ucap Febby Paputungan, salah satu ASN Kotamobagu yang cukup tertarik dengan isu kesetaraan.

Menurut Febby, di tengah masyarakat yang sering kali masih memandang sebelah mata peran perempuan dalam dunia kerja, kisah Mbak Jamu mengingatkan kita akan pentingnya menghargai setiap profesi, terutama yang dijalani oleh perempuan.

“Perjuangan Mbak Jamu selama 18 tahun di Kotamobagu adalah simbol keteguhan hati dan keberanian yang patut diapresiasi,” ucap Febby.

Leave a Reply

Your email address will not be published.