Sekitar 900 Anak di Kotamobagu Masih Tercatat Tidak Sekolah

Ilustrasi, (Grafis; Non).

TENTANGPUAN.com – Dinas Pendidikan Kota Kotamobagu mencatat masih ada sekitar 900 anak di wilayah ini yang tergolong Anak Tidak Sekolah (ATS). Angka tersebut mencakup anak yang tidak pernah sekolah, tidak melanjutkan sekolah, dan putus sekolah (drop out).

Data itu menjadi perhatian serius Pemerintah Kota Kotamobagu. Melalui kegiatan sosialisasi dan verifikasi data ATS, bertajuk Sosialisasi Kebijakan dan Advokasi Bidang Pendidikan, Dinas Pendidikan Kotamobagu berupaya menuntaskan persoalan tersebut dengan melibatkan pemerintah desa dan kelurahan.

“Tujuan utama kegiatan ini adalah untuk menuntaskan masalah anak tidak sekolah serta meningkatkan angka partisipasi sekolah, khususnya bagi mereka yang sempat putus sekolah,” ujar Kepala Dinas Pendidikan Kotamobagu melalui Kepala Seksi Pendidikan Nonformal dan Informal (PNFI), Sutomo Mokoginta, saat kegiatan sosialisasi.

Sosialisasi Kebijakan dan Advokasi Bidang Pendidikan, (Foto: Tri Deyna).

Sebagai tindak lanjut, anak-anak yang terdata dalam kategori ATS akan diarahkan untuk mengikuti program pendidikan kesetaraan melalui Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) maupun Sanggar Kegiatan Belajar (SKB).

“Anak-anak yang hadir langsung kami arahkan ke PKBM atau SKB. Misalnya ada yang putus di jenjang SD, mereka akan mengikuti program Paket A. Mereka bebas memilih di PKBM mana ingin melanjutkan, karena di Kotamobagu saat ini terdapat empat PKBM dan satu SKB,” tambah Sutomo.

Adapun empat PKBM aktif di Kota Kotamobagu yaitu PKBM Handiani, PKBM Oruman, PKBM Pesmar, dan PKBM Supamaju, serta SKB Kotamobagu sebagai lembaga pendidikan nonformal milik pemerintah.

Narasumber kegiatan, Putri Damayanti Potabuga, menegaskan pentingnya integrasi antara program penanganan anak putus sekolah dengan kegiatan pelatihan keterampilan dan peluang kerja ramah lingkungan.

“Saya membahas bagaimana anak-anak putus sekolah bisa diarahkan pada peluang green job atau pekerjaan hijau. Saat ini banyak jenis pekerjaan yang tidak mensyaratkan pendidikan formal, tetapi membutuhkan keterampilan dan kepedulian terhadap lingkungan,” kata Putri.

Ia mencontohkan sejumlah pelatihan seperti balai menjahit dan pelatihan salon yang dapat menjadi jalan bagi anak-anak untuk memperoleh penghidupan mandiri.

“Dinas Pendidikan dan SKB seharusnya menginventarisasi anak-anak yang putus sekolah agar diarahkan mengikuti pelatihan sesuai minat dan potensi mereka,” tambahnya.

Selain itu, Putri juga memperkenalkan program manajemen sampah berbasis rumah tangga yang akan dijalankan di beberapa desa dan kelurahan sebagai proyek percontohan.

“Program ini bertujuan memutus sampah dari sumbernya, yakni rumah tangga. Ke depan, masyarakat Kotamobagu diharapkan bisa menjadi masyarakat cerdas yang mampu memilah sampah dari rumah sendiri,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala SKB Kotamobagu, Subhan Gonibala, menyatakan kesiapan pihaknya mendukung penuh langkah pemerintah dalam menekan angka anak tidak sekolah melalui pendidikan nonformal.

“ Kami di SKB siap berkolaborasi dengan Dinas Pendidikan, PKBM, serta pemerintah desa dan kelurahan. Program ini bukan hanya soal menuntaskan angka ATS, tetapi juga membangun kesadaran masyarakat bahwa pendidikan dapat ditempuh di mana saja dan pada usia berapa pun,” ujar Subhan.

Menurutnya, SKB Kotamobagu saat ini telah menyiapkan berbagai program pendidikan kesetaraan dan pelatihan keterampilan yang bisa menjadi alternatif bagi anak-anak yang ingin kembali belajar.

“Kami berharap anak-anak yang sempat berhenti sekolah dapat termotivasi kembali untuk belajar. SKB menjadi ruang kedua bagi mereka untuk menatap masa depan dengan lebih optimis,” pungkasnya.

Upaya kolaboratif antara Dinas Pendidikan, SKB, PKBM, serta pemerintah desa dan kelurahan diharapkan menjadi langkah konkret dalam menurunkan angka 900 anak tidak sekolah di Kotamobagu, sekaligus membuka peluang peningkatan keterampilan dan lapangan kerja hijau bagi generasi muda.