TENTANGPUAN.com – Ruth Ketsia Wangkai adalah seorang pendeta, aktivis kemanusiaan, dan Ketua Gerakan Perempuan Sulawesi Utara (GPS), yang dikenal luas atas dedikasinya dalam memperjuangkan hak-hak perempuan dan anak.
Sosoknya menjadi salah satu figur penting dalam gerakan perempuan di Sulawesi Utara, terutama dalam isu-isu perlindungan anak, pencegahan kekerasan berbasis gender, dan penolakan terhadap praktik pernikahan dini.
Sebagai seorang pendeta, Bunda Ruth–begitu ia akrab disapa–memadukan nilai iman dan kemanusiaan dalam setiap kiprahnya. Ia percaya bahwa pelayanan bukan hanya di mimbar, melainkan juga di jalan, di rumah-rumah warga, dan di ruang-ruang kecil tempat perempuan dan anak-anak mencari perlindungan.
Ruth Ketsia aktif di berbagai forum advokasi lintas sektor, menjembatani kolaborasi antara pemerintah daerah, lembaga masyarakat sipil, tokoh agama, dan media.
Ia sering menjadi narasumber dalam kegiatan sosialisasi dan diskusi publik terkait isu kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta pentingnya peran komunitas dalam menciptakan lingkungan yang aman dan setara.
Dalam kapasitasnya sebagai Ketua Gerakan Perempuan Sulut, ia berfokus pada penguatan kapasitas perempuan di akar rumput–khususnya di wilayah Bolaang Mongondow Raya dan Minahasa–agar mereka dapat menjadi subjek perubahan sosial, bukan sekadar objek kebijakan.
Salah satu isu yang paling konsisten ia suarakan adalah penolakan terhadap pernikahan anak. Menurutnya, pernikahan dini bukan hanya persoalan adat atau budaya, tetapi pelanggaran terhadap hak anak dan ancaman terhadap masa depan generasi muda.
Ia menegaskan bahwa praktik dispensasi nikah yang masih diberikan oleh pengadilan sering kali justru memperpanjang rantai ketidakadilan bagi anak perempuan.
Selain aktif dalam advokasi, Ruth Ketsia juga dikenal karena kedekatannya dengan generasi muda. Ia menjadi figur ibu bagi banyak aktivis muda dan mahasiswa di berbagai organisasi, termasuk Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan komunitas jurnalis perempuan di Sulawesi Utara.
Bagi mereka, Bunda Ruth adalah tempat pulang–sosok yang mendengarkan, menguatkan, dan memberi arah tanpa menghakimi.
Suaranya lembut, tetapi gagasannya tajam. Dalam banyak kesempatan, ia menekankan bahwa perjuangan perempuan tidak boleh berhenti pada wacana, melainkan harus diwujudkan dalam tindakan nyata: menolong korban, mengadvokasi kebijakan, dan membangun solidaritas lintas batas.
Ruth Ketsia Wangkai lahir dan besar di Tomohon, Sulawesi Utara. Latar belakang pelayanannya di gereja dan keterlibatannya di berbagai lembaga sosial membentuk pandangan hidupnya yang berakar pada kasih dan keadilan.
Ia meneladankan bahwa kepemimpinan perempuan bukan tentang kekuasaan, tetapi tentang keberanian untuk hadir dan peduli.
Kini, lewat Gerakan Perempuan Sulut, Ruth Ketsia terus melangkah membawa semangat solidaritas dan keberpihakan. Di tengah dunia yang masih sering menutup telinga terhadap suara perempuan, ia memilih menjadi suara bagi yang sunyi dan rumah bagi mereka yang mencari tempat pulang.