TENTANGPUAN.com – Krisis iklim bukan lagi isu yang jauh dari kehidupan sehari-hari. Perubahan cuaca ekstrem, kekeringan, banjir, hingga berkurangnya sumber daya pangan adalah dampak nyata yang kini dirasakan banyak masyarakat. Di balik tantangan global ini, perempuan menjadi kelompok yang paling rentan. Peran ganda perempuan sebagai pengelola rumah tangga, pengasuh anak, dan dalam banyak kasus juga sebagai pencari nafkah, membuat mereka berada di garis depan ketika bencana iklim terjadi.
Pemahaman perempuan terhadap isu krisis iklim sangatlah penting. Sebab, pengetahuan yang dimiliki dapat membantu mereka mengambil langkah-langkah adaptasi, baik dalam mengelola pangan, menjaga kesehatan keluarga, maupun berpartisipasi aktif dalam komunitas. Tanpa keterlibatan perempuan, strategi mitigasi dan adaptasi iklim akan timpang karena separuh populasi dunia justru tidak terlibat penuh dalam upaya menghadapi tantangan besar ini.
Hasil riset dari UN Women tahun 2022 menunjukkan bahwa perempuan, terutama di negara berkembang, menghabiskan waktu lebih banyak untuk mencari air dan bahan pangan ketika bencana iklim terjadi. Kondisi ini meningkatkan beban kerja mereka dan memperburuk ketidaksetaraan gender. Penelitian tersebut juga menegaskan bahwa keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan terkait iklim dapat mempercepat solusi keberlanjutan, karena mereka memiliki pengalaman langsung dalam mengelola sumber daya alam di tingkat rumah tangga maupun komunitas.
Di Indonesia, perempuan pedesaan sering bergantung pada lahan pertanian kecil untuk menyokong kebutuhan keluarga. Ketika perubahan iklim mengakibatkan gagal panen atau berkurangnya kualitas tanah, perempuanlah yang pertama kali merasakan dampaknya. Kesulitan mengakses pangan, meningkatnya harga kebutuhan pokok, serta risiko kesehatan akibat sanitasi yang buruk memperlihatkan betapa pentingnya pemahaman perempuan terhadap pola adaptasi iklim.
Lebih jauh, keterlibatan perempuan dalam isu lingkungan tidak hanya sebatas pada kapasitas adaptasi, tetapi juga pada inovasi. Banyak penelitian membuktikan bahwa perempuan memiliki potensi besar dalam menciptakan solusi berbasis komunitas. Contohnya adalah gerakan pertanian organik, bank sampah, hingga upaya penghijauan yang banyak digerakkan oleh kelompok perempuan di berbagai daerah. Jika perempuan memahami urgensi krisis iklim, mereka bisa menjadi agen perubahan yang kuat dalam membangun kesadaran kolektif.
Pendidikan dan akses informasi menjadi kunci. Memberikan ruang bagi perempuan untuk belajar tentang mitigasi dan adaptasi iklim berarti membuka jalan menuju keberlanjutan. Dari pengelolaan limbah rumah tangga hingga keterlibatan dalam kebijakan lingkungan, perempuan bisa memberikan kontribusi nyata. Dukungan pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat sipil sangat dibutuhkan untuk memastikan perempuan tidak tertinggal dalam arus besar transisi menuju masa depan yang lebih hijau.
Pada akhirnya, krisis iklim adalah persoalan bersama, tetapi dampaknya sering kali tidak adil. Perempuan harus dipandang bukan hanya sebagai kelompok rentan, tetapi juga sebagai aktor utama dalam perubahan. Dengan memahami isu ini, perempuan dapat memperkuat posisi mereka, melindungi keluarga dan komunitas, sekaligus mengambil peran sentral dalam menciptakan solusi yang lebih inklusif bagi bumi.