Koalisi di Sulut Apresiasi Putusan Pengadilan Tinggi Manado, Dorong Implementasi UU TPKS

Aksi kamisan yang digelar KAKSBG di depan Pengadilan Negeri Manado, (Foto: KAKSBG).
Aksi kamisan yang digelar KAKSBG di depan Pengadilan Negeri Manado, (Foto: KAKSBG).

TENTANGPUAN.com – Koalisi Anti Kekerasan Seksual Berbasis Gender (KAKSBG), Gerakan Perempuan Sulut (GPS), dan Aksi Kamisan Manado memberikan apresiasi atas putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Manado dalam perkara kekerasan seksual anak Nomor 130/PID/2024/PT MND.

Putusan yang dikeluarkan pada Kamis, 21 November 2024, ini memperberat hukuman pelaku dari enam tahun menjadi delapan tahun penjara dan meningkatkan restitusi dari Rp9 juta menjadi Rp28,4 juta.

Meski demikian, koalisi menilai putusan tersebut belum sepenuhnya memenuhi tuntutan maksimal 15 tahun sesuai Undang-Undang Perlindungan Anak atau minimal 12 tahun jika menggunakan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).

“Putusan ini menunjukkan kemajuan, tetapi kami berharap aparat penegak hukum ke depannya lebih berani menerapkan UU TPKS untuk memastikan perlindungan hak korban secara maksimal,” ujar perwakilan KAKSBG, Nurhasanah.

Aksi Damai Kawal Proses Hukum

Pada Kamis, 14 November 2024, KAKSBG, GPS, dan Aksi Kamisan Manado menggelar aksi damai di depan PT Manado. Massa menyerahkan simbolis Palu Keadilan dan Legal Opinion kepada perwakilan pengadilan sebagai bentuk harapan atas penegakan hukum yang progresif. Selain itu, LBH Manado juga menyerahkan dokumen Amicus Curae untuk mendukung perspektif korban dalam putusan hukum.

Tuntutan yang disampaikan dalam aksi tersebut meliputi:

  1. Penerapan pidana maksimal bagi pelaku kekerasan seksual.
  2. Implementasi UU TPKS dan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 3 Tahun 2017 dalam kasus kekerasan berbasis gender.
  3. Transparansi identitas pelaku kekerasan seksual untuk pembelajaran publik.
  4. Prioritas penanganan hukum atas kasus kekerasan seksual berbasis gender.

Koalisi juga menggalang dukungan melalui surat desakan yang dikirimkan ke sejumlah lembaga, termasuk Mahkamah Agung, Kementerian PPPA, Komnas HAM, dan Komisi Yudisial, untuk memperkuat komitmen terhadap penegakan keadilan bagi korban kekerasan seksual.

Dorongan untuk Implementasi UU TPKS

Koalisi menyoroti belum digunakannya UU TPKS oleh majelis hakim, padahal UU ini melengkapi UU Perlindungan Anak dengan cakupan lebih luas, baik dalam aspek hukum materil maupun formil.

“Saat ini UU TPKS adalah instrumen hukum yang progresif untuk memenuhi hak korban kekerasan seksual secara utuh. Pengadilan Negeri Mataram, misalnya, telah menggunakan UU ini dengan menjatuhkan pidana 13 tahun bagi pelaku dalam kasus kekerasan seksual anak,” kata seorang anggota koalisi.

Selain itu, KAKSBG dan GPS mendesak Kapolres Minahasa Utara untuk segera menangkap delapan pelaku kekerasan seksual lainnya yang masih bebas. Penanganan kasus tersebut dianggap lambat, meski sudah dilaporkan 10 bulan yang lalu.

Komitmen Negara dalam Penghapusan Kekerasan Seksual

Koalisi mengingatkan bahwa Indonesia telah meratifikasi sejumlah perjanjian internasional, seperti CEDAW dan Kovenan Hak-Hak Sipil dan Politik, yang mewajibkan negara melindungi korban kekerasan seksual sebagai pelanggaran hak asasi manusia.

“Kekerasan seksual adalah pelanggaran HAM berat dan bentuk kekerasan berbasis gender yang dapat berujung pada penyiksaan. Negara wajib menindak tegas pelaku dan memberikan perlindungan maksimal kepada korban,” tegas KAKSBG.

Penegakan Keadilan yang Berperspektif Korban

Koalisi menutup dengan seruan agar aparat penegak hukum, termasuk hakim, jaksa, dan polisi, bekerja secara progresif dan berpihak kepada korban dalam setiap kasus kekerasan seksual. Dengan begitu, keadilan yang hakiki dapat terwujud untuk melindungi hak-hak perempuan dan anak.

Leave a Reply

Your email address will not be published.