KAKSBG Soroti Lambatnya Proses Hukum Kasus Kekerasan Seksual di Minahasa Utara

KAKSBG Soroti Lambatnya Proses Hukum Kasus Kekerasan Seksual di Minahasa Utara, (Foto: Dokumen KAKSBG).
KAKSBG Soroti Lambatnya Proses Hukum Kasus Kekerasan Seksual di Minahasa Utara, (Foto: Dokumen KAKSBG).

TENTANGPUAN.com – Koalisi Anti Kekerasan Seksual Berbasis Gender (KAKSBG) menegaskan komitmen mereka untuk mengawal penanganan kasus kekerasan seksual yang dinilai darurat di Sulawesi Utara. Salah satu kasus yang menjadi sorotan adalah kasus kekerasan seksual terhadap anak dengan sembilan terduga pelaku di Minahasa Utara, yang hingga kini proses hukumnya berjalan sangat lambat.

Kasus ini pertama kali dilaporkan pada 11 Januari 2024 oleh keluarga korban. Delapan bulan setelahnya, hanya satu dari sembilan terduga pelaku yang telah menjalani persidangan.

Menurut KAKSBG, proses hukum yang berjalan lambat ini tidak mencerminkan keadilan bagi korban, apalagi dengan minimnya perspektif perlindungan terhadap korban yang mengalami trauma mendalam.

Korban Mengalami Tekanan Psikologis

Dalam persidangan terdakwa berinisial JK, korban harus dua kali dihadirkan untuk memberikan keterangan di depan pelaku. Hal ini dinilai tidak mempertimbangkan kondisi mental korban yang sudah mengalami trauma akibat kekerasan seksual yang dialaminya.

Meskipun surat keterangan psikolog telah diberikan kepada Majelis Hakim, permintaan agar korban tidak dihadirkan secara langsung tidak dikabulkan. Pendamping korban menyayangkan situasi ini, yang membuat korban mengalami tekanan berat.

KAKSBG juga menyoroti bahwa satu-satunya terdakwa yang telah menjalani persidangan hanya dituntut dengan hukuman delapan tahun penjara dan restitusi sebesar Rp28.430.000.

Namun, dalam putusan pada 30 September 2024, hakim justru menjatuhkan hukuman lebih rendah, yakni enam tahun penjara, serta hanya mengabulkan Rp9.000.000 dari restitusi yang diajukan. Restitusi tersebut dipotong dengan alasan anak yang dilahirkan korban belum terbukti sebagai anak dari terdakwa.

Proses Hukum Terhambat

Sementara itu, empat pelaku dewasa lainnya masih dalam tahap penyelidikan dengan alasan minimnya alat bukti. KAKSBG melalui pendamping kasus menyatakan bahwa seharusnya tidak ada kendala besar dalam mengumpulkan bukti tambahan seperti keterangan saksi korban, orang tua, ahli, visum, dan surat keterangan psikolog.

Berdasarkan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), seharusnya satu alat bukti ditambah dengan bukti lain sudah cukup untuk meningkatkan kasus ini ke tahap penyidikan. Namun, Polres Minahasa Utara belum menaikkan kasus ini.

Tak hanya itu, berkas empat pelaku yang masih di bawah umur juga dikembalikan oleh Kejaksaan Minahasa Utara (P19) kepada penyidik.

Jaksa Penuntut Umum meminta kronologis yang lebih detail terkait bujuk rayu terhadap korban. Padahal, terduga pelaku sudah mengakui tindakan kekerasan tersebut. KAKSBG menganggap hal ini sebagai bentuk ketidakseriusan dalam menangani kasus kekerasan seksual terhadap anak.

Pendamping korban juga mengalami kesulitan mendapatkan informasi terkait perkembangan kasus di Polres Minahasa Utara.

Sebagai upaya lanjutan, pendamping melaporkan situasi ini ke Polda Sulawesi Utara. Hasilnya, Bripda YT, salah satu aparat yang terlibat, dinyatakan bersalah, dan Polres Minahasa Utara saat ini masih menunggu saran hukum dari Polda Sulawesi Utara.

Tuntutan KAKSBG

Menyikapi lambatnya proses hukum dan ketidakadilan yang dialami korban, KAKSBG menyerukan beberapa tuntutan:

  1. Memberikan hukuman maksimal kepada pelaku kekerasan seksual.
  2. Melindungi hak-hak korban serta melindungi korban, keluarga, dan pendamping dari ancaman dan intimidasi.
  3. Mempercepat proses hukum demi keadilan bagi korban dan pendidikan publik terkait penegakan hukum dalam kasus kekerasan seksual.
  4. Mendesak evaluasi terhadap kinerja Jaksa Penuntut Umum yang dianggap tidak serius dalam menangani kasus No. 81/Pid.Sus/2024/PN Arm.
  5. Menuntut Aparat Penegak Hukum yang menangani kasus kekerasan seksual memiliki kompetensi yang memadai sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
  6. Memecat aparat yang terbukti melanggar kode etik dalam penanganan kasus kekerasan seksual.
  7. Mendesak Kapolda Sulawesi Utara untuk mengevaluasi kinerja Kapolres Minahasa Utara.

Dukungan 29 Organisasi/Lembaga

Koalisi Anti Kekerasan Seksual Berbasis Gender didukung oleh 29 organisasi/lembaga/komunitas yang bergerak di bidang perlindungan perempuan dan anak, termasuk LBH APIK Jakarta, YLBHI-LBH Manado, Yayasan Swara Parangpuan Sulawesi Utara, dan Emancipate Indonesia. KAKSBG berharap dukungan publik dan pihak berwenang dapat mempercepat penanganan kasus-kasus kekerasan seksual, khususnya yang melibatkan anak-anak di Sulawesi Utara.

Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi Emmanuela G.A Malonda di nomor 082291648943 (WA).

Nurhasannah, S.Sos
Koordinator Koalisi Anti Kekerasan Seksual Berbasis Gender

#BersamaMelawanKekerasanSeksual

Leave a Reply

Your email address will not be published.