TENTANGPUAN.com – Perubahan struktur sosial dan ekonomi dalam beberapa dekade terakhir telah mengubah wajah rumah tangga secara signifikan. Salah satu perubahan yang mencolok adalah semakin banyaknya perempuan yang berperan sebagai tulang punggung ekonomi keluarga.
Peran ini bukan lagi sekadar tambahan, melainkan menjadi penopang utama bagi keberlangsungan kehidupan rumah tangga, termasuk dalam kelas menengah dan keluarga pekerja.
Di berbagai daerah, tidak sulit menemukan perempuan yang bekerja sebagai pedagang, guru, tenaga kesehatan, buruh pabrik, hingga pemilik usaha kecil. Banyak dari mereka tidak hanya membantu suami dalam memenuhi kebutuhan keluarga, tetapi menjadi pencari nafkah utama ketika pasangan tidak memiliki penghasilan tetap, sakit, atau bahkan sudah tidak ada.
Kondisi ini mencerminkan dinamika baru yang memperkuat peran perempuan di ranah publik sekaligus domestik.
Hasil riset dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023 mencatat bahwa sekitar 31,35 persen rumah tangga di Indonesia bergantung pada perempuan sebagai kepala rumah tangga atau pencari nafkah utama. Angka ini mencerminkan pergeseran besar dalam relasi ekonomi rumah tangga, yang menandakan bahwa perempuan semakin diakui kontribusinya dalam menopang ekonomi keluarga.
Namun, di balik peran penting itu, banyak perempuan masih menghadapi tantangan ganda, bekerja di luar rumah sekaligus memikul beban domestik sepenuhnya. Beban ganda ini seringkali tidak diimbangi oleh pembagian kerja rumah tangga yang adil. B
anyak perempuan harus bangun lebih pagi untuk menyiapkan kebutuhan keluarga sebelum berangkat kerja, dan tetap mengurus rumah setelah pulang kerja, tanpa dukungan berarti dari pasangan atau anggota keluarga lainnya.
Tekanan sosial juga menjadi tantangan tersendiri. Tidak sedikit perempuan pencari nafkah utama yang masih dipandang sebelah mata, terutama dalam budaya patriarkal yang menilai keberhasilan rumah tangga dari kemampuan laki-laki sebagai kepala keluarga. Dalam beberapa kasus, peran perempuan sebagai tulang punggung ekonomi bahkan memicu konflik dalam rumah tangga akibat ego yang terluka atau perasaan tidak aman dari pihak laki-laki.
Meski demikian, banyak perempuan menunjukkan resiliensi luar biasa. Mereka terus bekerja sambil mendidik anak, mengelola keuangan keluarga, dan menjaga stabilitas rumah tangga.
Tak jarang pula mereka menjadi panutan di komunitasnya, memotivasi perempuan lain untuk mandiri dan percaya diri dalam mengambil peran publik. Dalam banyak kasus, keberhasilan perempuan sebagai pencari nafkah utama juga turut mendongkrak kualitas hidup seluruh anggota keluarga.
Perubahan ini perlu diiringi dengan kebijakan publik yang mendukung, seperti akses terhadap layanan penitipan anak yang terjangkau, perlindungan tenaga kerja perempuan, serta kampanye budaya yang mendorong pembagian peran setara dalam rumah tangga.
Dengan begitu, peran perempuan sebagai tulang punggung ekonomi keluarga tidak hanya menjadi tanggung jawab pribadi, tetapi juga tanggung jawab sosial yang perlu dihargai dan didukung.