Review Serial The Empress: Drama Kekuasaan dengan Sentuhan Kesetaraan Gender

/
The Empress adalah serial drama sejarah yang mengisahkan kisah cinta antara Kaisar Franz Joseph dari Austria dan Ratu Elisabeth, (Foto: www.losslessalbum.club).
The Empress adalah serial drama sejarah yang mengisahkan kisah cinta antara Kaisar Franz Joseph dari Austria dan Ratu Elisabeth, (Foto: www.losslessalbum.club).

TENTANGPUAN.com – Serial Netflix The Empress menghadirkan kisah tentang Elisabeth von Wittelsbach (Sisi), seorang gadis Bavaria yang menikah dengan Kaisar Franz Joseph dari Austria pada abad ke-19. Dibalut dalam romansa, drama politik, dan intrik kerajaan, serial ini tidak hanya menyajikan kisah cinta istana, tetapi juga menggambarkan pergulatan seorang perempuan untuk menemukan tempatnya di tengah tatanan masyarakat patriarkal.

Dari awal cerita, Elisabeth (diperankan dengan gemilang oleh Devrim Lingnau) digambarkan sebagai sosok yang mandiri, cerdas, dan berjiwa bebas. Ia berbeda dari perempuan kebanyakan pada zamannya, yang diharapkan untuk tunduk pada norma-norma sosial.

Elisabeth sering berbenturan dengan sistem kerajaan yang menuntut perempuan menjadi simbol pasif, tidak memiliki suara dalam politik atau keputusan penting.

Perjuangan Elisabeth Melawan Patriarki

Salah satu tema paling menonjol dalam serial ini adalah bagaimana Elisabeth melawan peran tradisional yang dikenakan padanya sebagai permaisuri. Di tengah tekanan dari ibu mertuanya, Archduchess Sophie, dan aturan ketat kerajaan, Elisabeth mencoba menyeimbangkan perannya sebagai istri Kaisar dan keinginannya untuk tetap menjadi dirinya sendiri.

Ketidaksetaraan gender dalam istana sangat terasa, terutama melalui peran Archduchess Sophie yang menjadi simbol perempuan konservatif yang mendukung tatanan patriarkal. Sophie memandang Elisabeth sebagai ancaman karena sifatnya yang tidak mau dikekang. Hubungan mereka menjadi salah satu konflik utama, menggambarkan bagaimana perempuan sering kali dipaksa melawan sesamanya untuk bertahan dalam sistem yang menindas mereka.

Cinta sebagai Ruang Negosiasi Kekuasaan

Hubungan Elisabeth dan Franz Joseph bukan hanya kisah cinta, tetapi juga medan pertempuran kekuasaan. Elisabeth mencoba menggunakan posisinya untuk memengaruhi keputusan politik dan menunjukkan bahwa perempuan juga dapat menjadi pemain penting dalam arena publik.

Namun, Franz sendiri adalah produk dari masyarakat patriarkal. Ia sering terjebak antara kecintaannya pada Elisabeth dan loyalitasnya pada sistem kerajaan. Ketegangan ini menciptakan dinamika yang kompleks dalam pernikahan mereka, mencerminkan bagaimana kesetaraan gender sering kali menghadapi perlawanan dari struktur kekuasaan yang sudah mapan.

Potret Kelas dan Gender

Selain kesetaraan gender, The Empress juga menyoroti bagaimana perempuan dari kelas yang berbeda menghadapi tantangan yang unik. Di luar tembok istana, rakyat biasa berjuang melawan kemiskinan, dan perempuan dari kelas bawah memiliki ruang yang lebih terbatas untuk memilih nasib mereka.

Elisabeth, meskipun berada di puncak hierarki sosial, merasakan keterasingan yang sama karena keterbatasan peran gender yang dipaksakan padanya.

Potret Feminisme dalam Kerajaan

The Empress adalah lebih dari sekadar drama sejarah tentang cinta dan kekuasaan. Serial ini menggali isu-isu yang relevan hingga saat ini, seperti hak perempuan untuk menentukan jalan hidupnya, kesenjangan gender, dan perjuangan melawan norma-norma yang mengekang.

Dengan narasi yang kaya, visual yang memukau, dan penokohan yang mendalam, The Empress berhasil mengangkat pertanyaan penting: Bisakah perempuan meraih kebebasan dalam sistem yang secara historis dirancang untuk mengekang mereka? Serial ini tidak menawarkan jawaban yang mudah, tetapi justru itulah yang membuatnya begitu menarik dan relevan.

Bagi penonton modern, The Empress menjadi pengingat bahwa perjuangan untuk kesetaraan gender, meskipun telah berlangsung berabad-abad, masih terus berlanjut hingga hari ini.