TENTANGPUAN.com – Aksi massa yang tergabung dalam Koalisi Anti Kekerasan Seksual Berbasis Gender (KAKSBG), Gerakan Perempuan Sulut (GPS), melakukan Kamisan, berlangsung di Pengadilan Tinggi Manado. Massa menuntut keadilan dalam kasus kekerasan seksual anak dengan nomor perkara 130/PID/2024/PT MND.
Aksi ini dipicu oleh vonis di Pengadilan Negeri Airmadidi pada 30 September 2024 yang dianggap tidak memenuhi rasa keadilan. Terdakwa hanya dijatuhi hukuman enam tahun penjara—lebih ringan dari tuntutan jaksa—denda Rp50 juta, dan restitusi Rp9 juta dari total tuntutan Rp28 juta.
Reviktimisasi dan Lemahnya Perspektif Korban
Dalam proses hukum, korban menghadapi berbagai bentuk reviktimisasi, mulai dari pertanyaan tidak pantas di tingkat penyelidikan hingga pertemuan langsung dengan terdakwa di persidangan. Praktik ini tidak hanya bertentangan dengan Peraturan Mahkamah Agung No. 3 Tahun 2017 tetapi juga memperburuk trauma korban.
“Korban harusnya dilindungi, tetapi malah dipaksa menghadapi situasi yang semakin memperparah kondisi psikologis mereka,” ujar Nur Hasanah dari Swara Parangpuan Sulut.
Nur Hasanah menyoroti lambatnya penerapan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) oleh aparat penegak hukum di Sulawesi Utara. Padahal, undang-undang ini memberikan panduan jelas untuk melindungi korban, mempercepat pembuktian, dan memberikan hukuman maksimal kepada pelaku
“Jika UU TPKS diterapkan dengan benar, korban tidak perlu lagi melalui proses hukum yang memihak pelaku,” tegas Nur Hasanah.
Kasus Kekerasan Seksual yang Kian Meningkat
Berdasarkan data Kementerian PPPA, kekerasan seksual berbasis gender di Sulawesi Utara meningkat 132% dari 2021 ke 2022. Bahkan di lingkungan pendidikan, kasus kekerasan seksual tercatat mencapai 2.681 kasus hingga April 2024. Aktivis mendesak agar pelaku di lingkungan kampus tidak hanya diberi sanksi administratif tetapi juga diproses secara pidana.
Dengan membawa berbagai spanduk dan orasi, massa meminta Pengadilan Tinggi Manado menjadikan kasus ini momentum untuk menunjukkan keberpihakan pada korban kekerasan seksual.
“Keadilan untuk korban anak tidak hanya menyangkut hukuman pelaku, tetapi juga pemulihan trauma dan keberanian negara untuk berpihak pada yang lemah,” ujar salah satu orator.
Aksi ini menjadi pengingat bahwa perjuangan untuk melawan kekerasan seksual harus melibatkan semua pihak dan menempatkan korban sebagai pusat perhatian.