Dampak PSN Bendungan Lolak: Petani Perempuan Kehilangan Lahan dan Penghidupan

Petani perempuan Desa Pindol terdampak proyek bendungan: “Kami terusir dari tanah sendiri", (Foto: Deyna Paputungan).
Petani Perempuan Desa Pindol Terdampak Proyek Bendungan: “Kami Terusir dari Tanah Sendiri, (Foto: Deyna Paputungan).

TENTANGPUAN.com – Sumarni Potabuga (60), seorang petani perempuan asal Desa Pindol, Bolaang Mongondow, Provinsi Sulawesi Utara, mengalami kesulitan ekonomi yang semakin parah setelah pembangunan Bandungan Lolak di Pindol yang diresmikan Presiden Joko Widodo pada 23 Februari 2024.

Proyek Strategis Nasional (PSN) Bendungan Lolak yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat justru menimbulkan dampak buruk bagi Sumarni dan petani lainnya.

Lahan perkebunan yang ia kelola bersama almarhum suaminya selama puluhan tahun kini telah tergenang air dari bendungan.

Sumarni Potabuga sedang menjemur jagung, sebagai sumber untuk ia bertahan hidup setelah lahan perkembunannya tergenang air dari PSN Bendungan Lolak, (Foto: Sajidin Kandoli).

Kehilangan lahan tersebut membuat Sumarni tidak berdaya, meski bukan karena usianya yang sudah lanjut, tetapi karena lahan tersebut adalah satu-satunya sumber penghidupannya.

Hingga kini, ia belum menerima ganti rugi atas lahan yang hilang, yang membuat kondisinya semakin sulit.

“Saya kecewa dengan pemerintah, termasuk Pak Jokowi. Hari-hari ini saya kesulitan memenuhi kebutuhan, bahkan saya harus makan nasi jagung untuk bertahan hidup,” kata Sumarni dengan mata berlinang, Selasa (17/9/2024).

Sumarni, yang kini hidup seorang diri setelah ditinggal suaminya, terpaksa menggarap lahan pinjaman dengan tenaga yang tak lagi sekuat dulu. Ia mengaku merasa terusir dari ruang hidupnya di usia senja.

Lebih menyedihkan lagi, Sumarni mengatakan bahwa selama ini ia tidak pernah mendapatkan bantuan sosial dari pemerintah. Ia merasa terpinggirkan, sementara bantuan tunai langsung (BLT) justru diterima oleh mereka yang lebih berkecukupan.

“Yang saya lihat, justru ada mobil dan serba berkecukupan yang jadi penerima BLT, saya tidak,” ungkapnya.

Meski begitu, Sumarni tetap menggantungkan harapannya kepada keadilan ilahi. “Saya percaya keadilan Allah SWT, pasti Allah akan membalas perbuatan pemimpin yang zalim,” ucapnya penuh keyakinan.

Tak hanya Sumarni, Narjiah Damonggalad (57), juga mengeluhkan hal serupa. Kesulitan ekonomi semakin ia rasa setelah PSN Bendungan Pindol merenggut lahan perkebunan yang telah digarap oleh suaminya sejak muda.

“Sebelum menikah dengan saya, lahan itu memang sudah digarap suami. Kemudian, setelah menikah di sanalah kami mencari hidup, berkebun bersama, termasuk dengan anak-anak,” ucapnya, Senin, (2/9/2024).

Kantor Desa Pindol, (Foto: Neno Karlina).

Sementara itu, Kepala Desa Pindol, Muslim Paputungan mengatakan jika pihaknya selalu mendorong perempuan di desa untuk berkembang dan berdaya. Hanya saja, sebagai Kepala Desa, Muslim mengaku tidak bisa berbuat banyak.

“PSN Bendungan Lolak, harusnya mendatangkan manfaat bagi desa, misalnya potensi wisata. Sebagai pemerintah saya sudah berusaha, namun saya itu harus taat aturan, di atas saya masih ada. Begitupun ketika saya mengeluhkan kondisi masyarakat yang terdampak bendungan, pasti yang di kabupaten, misalnya, akan bilang di atas mereka, masih ada lagi,” kata Muslim, Selasa, (17/9/2024) saat ditemui di kantor desa.

Kendati demikian, Muslim mengaku berusaha membuat program yang berpihak pada pemberdayaan perempuan, yang sekarang ini ada di dalam RPJMDes.

“Ya kami juga tidak bisa serta-merta, karena sumberdaya manusia yang kurang. Yang pasti kami berusaha lewat RPJMDes untuk mnghadirkan program yang berpihak pada peninggkatan perempuan, terutama ekonomi,” ucapnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.