TENTANGPUAN.com – Film ‘Sehidup Semati’ adalah salah satu film yang rilis pada 11 Januari 2024. Mengangkat tema yang sangat relevan dan penuh emosional, film ini menyoroti kehidupan rumah tangga pasangan suami istri (diperankan oleh Laura Basuki dan Ario Bayu) yang di permukaan tampak bahagia dan harmonis. Namun, di balik kebahagiaan palsu tersebut, tersimpan kegelapan yang mengerikan.
Film produksi Starvision ini juga dibintangi oleh Asmara Abigail dan disutradarai oleh Upi. Tokoh utama pada cerita ini adalah seorang istri yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dari suaminya. Kekerasan yang dialami wanita tersebut tidak hanya berdampak pada kondisi fisiknya, tetapi juga mempengaruhi kesehatannya secara mental. Penonton diajak untuk menyelami dampak mendalam dari trauma yang dialami oleh si istri, memperlihatkan betapa rusaknya kehidupan seseorang ketika berada dalam hubungan yang abusive.
Pada awal film, hubungan mereka tampak biasa saja, layaknya pasangan suami istri pada umumnya. Namun seiring berjalannya waktu, terungkaplah berbagai sisi kelam dari kepribadian sang suami yang cenderung memaksakan kehendak dan menggunakan kekerasan fisik serta emosional untuk mendominasi pasangannya. Dramatisasi peristiwa demi peristiwa yang muncul dalam film ini menciptakan ketegangan yang memuncak pada berbagai momen yang menggugah, membuat penonton terus terikat dengan perkembangan plotnya.
Konflik utama dalam ‘Sehidup Semati’ memuncak dalam sejumlah peristiwa dramatis yang mengguncang kehidupan kedua tokoh utama. Bagaimana si istri berusaha mempertahankan harga diri dan keselamatannya sembari berupaya mencari kebahagiaan sejati memicu perasaan empatik dari penonton. Film ini tidak hanya sebuah tayangan semata, tetapi juga sebagai refleksi dan pesan mendalam akan pentingnya kesadaran dan sikap tegas terhadap kekerasan dalam rumah tangga.
KDRT: Sebuah Realita yang Terungkap
Film ‘Sehidup Semati’ secara lugas mengungkap kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebagai tema utama. Melalui karakter utama wanita, penonton disuguhkan berbagai bentuk kekerasan yang sering kali terjadi di balik pintu tertutup. Kekerasan fisik menjadi salah satu bentuk yang paling jelas terlihat di layar. Namun, yang lebih mengejutkan adalah penggambaran kekerasan emosional dan psikologis yang perlahan-lahan merusak mental dan batin sang istri.
Dalam adegan-adegan yang disuguhkan, kekerasan fisik ini diperlihatkan lewat pukulan, tamparan, dan tindakan brutal lainnya. Namun, sutradara dengan cermat memperlihatkan bahwa kekerasan tidak hanya sebatas apa yang kasat mata. Kekerasan emosional, seperti hinaan, kontrol berlebihan, dan ancaman menjadi aspek yang mendalam dan menyayat hati. Sang istri dipaksa menjalani hidup di bawah bayang-bayang ketakutan, kehilangan percaya diri, dan merasa terkucilkan dari dunia luar.
Sang sutradara menggunakan visual yang kuat serta narasi yang mendalam untuk menggambarkan penderitaan yang dialami. Tona warna gelap dan sudut pengambilan gambar yang sempit kerap digunakan untuk menciptakan rasa terperangkap dan putus asa. Sering kali, wajah dan ekspresi karakter utama terpaku dalam close-up intens, menyoroti perubahan dan penderitaan batin yang dialaminya. Hal ini memberikan penonton perspektif yang intim mengenai sakitnya kekerasan yang menekan mental dan jiwa.
Penekanan pada realita KDRT yang disampaikan film ini menunjukkan bahwa apa yang nampak harmonis di permukaan tidak selalu mencerminkan kenyataan. Banyak pasangan yang mungkin tampak bahagia di depan umum, justru menyembunyikan kedalaman duka di rumah mereka. ‘Sehidup Semati’ berhasil mencerminkan bagaimana kekerasan dalam rumah tangga tidak hanya berakhir dengan memar fisik, tetapi juga kerusakan psikis yang lebih dalam terhadap korbannya.
Dampak Kerusakan Mental terhadap Korban
Selain kekerasan fisik yang mencolok, film ‘Sehidup Semati’ secara mendalam mengupas dampak psikologis yang dialami korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Tidak hanya menampilkan luka fisik, film ini memperlihatkan bagaimana kekerasan berulang dapat menyebabkan berbagai bentuk kerusakan mental, seperti depresi, kecemasan, dan hilangnya rasa percaya diri pada korban.
Depresi menjadi salah satu hasil nyata dari trauma berkepanjangan. Dalam ‘Sehidup Semati’, karakter korban menunjukkan tanda-tanda jelas dari suasana hati yang selalu murung, ketidakmampuan merasakan kebahagiaan, dan perasaan putus asa. Depresi ini sering kali diperburuk oleh isolasi sosial, di mana korban merasa terperangkap dan tidak memiliki dukungan dari lingkungan sekitarnya.
Kecemasan juga menjadi efek dominan yang ditampilkan. Kekerasan yang terjadi terus-menerus menciptakan rasa takut yang konstan dan membuat korban selalu berada dalam kondisi waspada tinggi. Film ini menggambarkan bagaimana kecemasan tersebut bisa mengganggu kualitas tidur, konsentrasi, serta kesejahteraan emosional korban.
Hilangnya rasa percaya diri merupakan dampak lain yang tidak kalah penting. Kekerasan verbal dan fisik yang menyudutkan membuat korban merasa tidak berharga. Ini tercermin dalam sikap pesimis dan kurangnya keberanian untuk mengambil langkah perubahan. Kondisi mental yang rapuh ini menutup kemungkinan untuk melarikan diri atau mencari pertolongan.
Melalui analisis mendalam karakter korban, ‘Sehidup Semati’ juga memperlihatkan dampak trauma pada hubungan sosial korban. Kecenderungan untuk menarik diri dari interaksi sosial, termasuk dari keluarga dan teman, memperburuk kondisi korban. Relasi yang rusak ini sering kali menjadi penghalang bagi korban untuk menerima bantuan dan dukungan yang sangat dibutuhkan.
Film ini pada akhirnya menekankan pentingnya dukungan dan rehabilitasi bagi korban KDRT. Dukungan psikologis dan fasilitas rehabilitasi adalah kunci untuk membantu korban memulihkan diri dari trauma yang dialami. Dengan menyediakan dukungan yang tepat, diharapkan korban dapat membangun kembali kepercayaan diri dan kemampuan mereka untuk menjalani kehidupan yang bebas dari kekerasan.