Tentangpuan.com – Pandemi Covid-19 membawa dampak bagi segala sektor tak terkecuali dengan kehidupan anak-anak di Indonesia. Setidaknya 12,5 persen dari kasus positif Covid-19 di Indonesia adalah anak usia 0-18 tahun, atau setara dengan 1 dari 8 orang yang terinfeksi (IDAI, Juni 2021).
Di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (Bolmut), Sulawesi Utara (Sulut), kasus anak positif Covid-19 tidak bisa dihindari.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) Bolmut, sudah ada dua anak yang tertular Covid-19. Data terbaru per 18 Juli 2021 anak perempuan umur 14 tahun terkena Covid-19. Hal ini mendapat perhatian dari pemerintah Bolmut.
Berbagai upaya dilakukan, seperti pembatasan bahakn peniadaan pemeblasaran tatap muka di wilayah zona merah. Selain itu, program vaksinasi juga terus digulir pemerintah. Per 18 Juli 2021 baru 299 anak yang divaksin tahap pertama dengan sasaran 14.802 anak diusia 12-17 tahun.
Direktur Eksekutif Yayasan Plan International Indonesia, Dini Widiastuti, mengatakan, di Hari Anak Nasional yang jatuh pada tanggal 23 Juli 2021, pihaknya ingin mengingatkan kembali pentingnya perlindungan terhadap anak di tengah tingginya kasus Covid-19 di Indonesia.
“Pandemik Covid-19 telah berdampak besar pada kehidupan anak. Jangan sampai hak anak untuk mendapatkan layanan kesehatan, perlindungan dan pengasuhan, pendidikan, hak bermain terenggut karena kita lengah dalam memenuhi kebutuhan mereka,” jelas Dini.
Selain beresiko tertular Covid-19, pandemik ini juga berdampak besar pada kehidupan sosial anak. Peningkatan kasus kematian menyebabkan semakin banyak anak kehilangan pengasuhan.
Diperkirakan, 1,5 juta anak di seluruh dunia kehilangan orang tua atau pengasuhnya akibat Covid-19 selama 14 bulan pertama pandemi. Selain itu, pembatasan kegiatan sosial masyarakat turut menambah sederet tantangan lainnya bagi anak seperti hambatan dalam mengakses pendidikan yang berkualitas dan merata, minimnya ruang aman untuk beraktivitas sosial dan bermain, serta resiko mengalami kekerasan fisik, psikis dan seksual yang lebih tinggi. Data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) 2021 menunjukkan 57,9 persen korban kekerasan adalah anak. Berbagai tantangan sosial yang dihadapi anak ini dapat mengganggu kesehatan mental dan tumbuh kembang anak saat ini dan di masa depan.
Untuk mengkampanyekan perlindungan anak di masa pandemik ini, Plan Indonesia bersama mitra menyelenggarakan Festival Hari Anak Nasional bertema Anak Terlindungi, Indonesia Maju sejak 21 Juli hingga 29 Juli 2021. Festival ini bertujuan memberikan wadah bagi anak Indonesia untuk mengangkat berbagai isu yang berdampak besar bagi kehidupan mereka di masa pandemik seperti pembelajaran tatap muka terbatas, pengasuhan positif berbasis hak anak, serta perlindungan anak dari ancaman kekerasan dan perkawinan anak di masa pandemik yang semakin meningkat. Anak juga dapat menyampaikan berbagai ide dan rekomendasinya kepada pembuat kebijakan melalui berbagai wadah.
Di tingkat nasional, akan diselenggarakan webinar bertema ‘Pembelajaran Tatap Muka Terbatas dalam Situasi Pandemik Covid-19’ 27 Juli 2021 yang dapat diikuti oleh seluruh anak Indonesia.
“Perlindungan dan pemenuhan hak anak tentu memerlukan kolaborasi antar pihak. Melalui Festival HAN ini kami ingin mengajak pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat, mulai individu dan keluarga agar lebih aktif memberikan perlindungan dan memenuhi hak anak di masa pandemik ini demi kemajuan anak Indonesia di saat ini dan masa mendatang,” seru Dini.
Lebih jauh lagi, melalui rangkaian kegiatan ini, Plan Indonesia juga menegaskan kembali komitmennya untuk mendukung pemerintah Indonesia dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) terutama tujuan ke-4 yaitu pendidikan bermutu dan tujuan ke-5 yaitu kesetaraan gender.
Sebelumnya, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga mengharapkan semua pihak untuk memberikan perhatian serius terhadap tingginya angka penularan Covid-19 kepada anak. Pemenuhan hak anak dan perlindungan terhadap anak di tengah pandemi Covid-19 adalah kewajiban semua pihak, baik dalam keluarga maupun masyarakat.
Berdasarkan data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), proporsi kasus Covid-19 pada anak usia 0-18 tahun mencapai 12,5 persen atau 1 dari 8 kasus konfirmasi Covid-19 adalah anak-anak.
“Fakta ini merupakan tantangan yang perlu segera kita atasi. Sebagai kementerian yang mendapat mandat mengoordinasikan implementasi Konvensi Hak Anak dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, salah satu fokus kementerian kami adalah melindungi anak dan meyakinkan kalau hak-hak anak terpenuhi secara baik, meskipun dalam suasana pandemi Covid-19. Kepentingan terbaik anak adalah prioritas di tengah pandemi ini,” kata Menteri Bintang dalam keterangan pers, Rabu 23 Juni 2021.
Menteri Bintang juga mengingatkan kembali, gerakan “Berjarak” atau Bersama Jaga Keluarga Kita untuk mencegah anak dari Covid-19.
Semua pihak yang sudah mendapat sosialisasi, Dinas terkait PPPA di daerah, serta berbagai lembaga yang diinisiasi oleh Kemen PPPA, seperti PUSPAGA, Satuan Pendidikan Ramah Anak, Rumah Ibadah Ramah Anak, Forum Anak, serta berbagai Lembaga Masyarakat, agar memperkuat gerakan “Berjarak” dalam rangka pencegahan penyebaran Covid-19.
Menteri Bintang juga mengingatkan pentingnya penerapan protokol kesehatan dalam keluarga selama masa pandemi. Munculnya klaster keluarga akibat adanya anggota keluarga yang beraktivitas di luar rumah dan terpapar Covid-19, kemudian saat kembali ke rumah menularkan kepada anggota keluarga lainnya, terlebih jika di dalamnya terdapat kelompok rentan dan memiliki riwayat komorbid (penyakit penyerta).
Setiap anggota keluarga, utamanya orang tua, harus senantiasa menerapkan protokol kesehatan 6 M. Keenam M itu adalah memakai masker, mencuci tangan dengan sabun di air mengalir, menjaga jarak, menjauhi keramaian, mengurangi mobilitas, dan menghindari makan bersama.
“Bagi anggota keluarga yang beraktivitas di luar rumah, tetap terapkan protokol kesehatan saat kembali ke rumah. Pakai masker di rumah jika dalam rumah ada bayi, anak dan lansia yang rentan terhadap penularan Covid-19,” tegas Menteri Bintang.
Terkait rencana pembelajaran tatap muka (PTM) yang akan dimulai dalam tahun ajaran baru 2021/2022, Kemen PPPA menilai agar dipertimbangkan secara cermat dengan memperhitungkan kondisi riil di lapangan.
“Kami mengharapkan setiap keputusan satuan pendidikan melakukan PTM, maka prinsip dasar yang harus dilakukan adalah terjaminnya kesehatan dan keselamatan anak pada seluruh proses sebelum ke sekolah, saat di sekolah dan setelah pulang sekolah,” kata Menteri Bintang.
Menteri Bintang mengatakan pemberlakuan PTM harus didasarkan kepada assesmen yang kuat dan terukur oleh pemerintah daerah, satuan pendidikan, dan dilaksanakan dengan protokol kesehatan yang ketat.
“Sosialisasi PTM secara luas, matang, dan memberikan kewenangan yang kuat kepada pemerintah daerah, satuan pendidikan, keluarga dan orangtua/wali untuk merumuskan keikutsertaan anak didik dalam proses tersebut,” kata Menteri Bintang.
Hal tersebut perlu diikuti monitoring dan evaluasi secara berjenjang dengan sistem pengawasan yang ketat dan diikuti SOP pencegahan dan penanggulangan yang melibatkan tenaga kesehatan. Selain itu, penyiapan mitigasi terhadap risiko-risiko yang mungkin terjadi saat perjalanan ke sekolah, di sekolah, perjalanan pulang, dan saat kembali ke keluarga.
Penyiapan mitigasi terhadap risiko-risiko yang mungkin terjadi saat perjalanan ke sekolah, di sekolah, perjalanan pulang, dan saat kembali ke keluarga, sekaligus mempersiapkan mekanisme referal/rujukan jika anak mengalami kondisi sakit yang memerlukan pertolongan medis dan perawatan.
Sumber: Torangpeberita.com