Tentangpuan.com – Aku senyum-senyum menerima pesan singkat dari adikku. Ada rasa rindu sekaligus heran, dari mana dia bisa mendapat kecerdikan ini. Upaya mengabari rumah secara sembunyi-sembunyi yang sering aku lakukan–dulu, waktu aku sepertinya kini, jauh dari rumah dan digembleng jadi mandiri di Asrama Sekolah.
“Kakak, kata mereka aku tidak gaul. Di sini, Hp disita. Tidak bisa pakai internet sesuka hati. Padahal zaman sudah sedemikian canggih. Di saat mereka semua nongkrong di cafe, aku di mushola,” keluh adikku yang sekarang mulai resah dan bingung.
Sepertimu, aku juga pernah begitu. Adikku bertahanlah! Apa yang paling membuat kita bertahan? Tekhnologi? Adaptasi? Tidak, orang Jepang dan Korea yang sangat melek tekhnologi, dan paham sekali cara beradaptasi dengan lingkungan dan peradaban, banyak yang memilih jalan bunuh diri menghadapi persoalan hidupnya.
Sebelum ini, mereka masing-masing bisa bertahan, bahkan kembali mencuat ke kancah internasional, setelah ditimpa kegelapan perang dunia, bom atom dan perang Korea.
Orang Amerika sadar diri, bahwa kemajuan, dan modernisasi, melunturkan nilai-nilai keluarga dan masyarakat.
Lalu, bagi generasi muda kita dewasa ini, penting sekali dipahamkan, bahwa mereka lebih butuh rasa malu, melakukan kemaksiatan kemudian mengunggahnya ke khalayak, daripada rasa minder, karena tidak memiliki alat-alat mutakhir ini, dan kemampuan mengoperasikannya.
Adaptasi kita terhadap kemajuan, tidak harus menjadi berbanding terbalik, dengan toleransi kita terhadap rasa malu, dan semangat iman, yang oleh sebagian kalangan, disebut terbelakang.
Melihatmu, aku melihat diriku bertahun-tahun lalu. Sabarlah, giat dan belajarlah. Kelak kau akan mengerti, bahwa merdeka tak selamanya bersih. Terkurung raganya, tak selalu buruk. Sayangku padamu, sayang.