TENTANGPUAN.com – Kasus dugaan malapraktik yang menyeret dr. Sitti Korompot, dokter spesialis obstetri dan ginekologi di RSIA Kasih Fatimah Kota Kotamobagu, menjadi salah satu isu kesehatan yang paling banyak mendapat perhatian publik di Bolaang Mongondow Raya sepanjang 2025.
Perjalanan kasus ini berlangsung hampir satu tahun, dimulai dari laporan awal keluarga pasien hingga penetapan tersangka oleh kepolisian.
Perkara ini pertama kali mencuat pada akhir Februari 2025, setelah seorang pasien muda bernama Najwa Gomba dilaporkan meninggal dunia usai menjalani operasi caesar di RSIA Kasih Fatimah. Keluarga kemudian membuat laporan resmi kepada kepolisian pada 27 Februari 2025.
Media Gopos.id dalam laporannya tanggal 27 Februari 2025 menulis bahwa keluarga menilai terdapat tindakan medis yang tidak sesuai prosedur.
(Dalam laporan itu dijelaskan bahwa kasus bermula “ketika seorang pasien berusia 19 tahun, Najwa Gomba, meninggal dunia setelah operasi caesar di RSIA Kasih Fatimah,” tulis Gopos.id, 27/02/2025).
Tidak hanya satu kasus, dugaan serupa juga muncul dari keluarga Prislia Putri Ibrahim, yang dilaporkan meninggal dua hari setelah menjalani operasi di rumah sakit yang sama.
Dalam pemberitaan e-karyamedia.com tertanggal 26 Februari 2025, suami korban mengatakan, “Dua hari kemudian kondisi istri saya lemas tak bisa bangun lagi,” sebelum akhirnya dilarikan ke fasilitas kesehatan lain dan meninggal dunia.
Kasus ini semakin berkembang setelah laporan-laporan tersebut masuk ke pihak kepolisian. Setelah melakukan penyelidikan awal, Polres Kotamobagu melaksanakan gelar perkara pada 21 November 2025.
Kasat Reskrim Polres Kotamobagu, Iptu Ahmad Waafi, dikutip sulawesi.news pada tanggal yang sama, mengatakan: “Tadi, Jumat 21 November, sudah kita lakukan gelar perkaranya.”
Gelar perkara ini dilakukan setelah Majelis Dewan Profesi (MDP) memberikan rekomendasi atas indikasi pelanggaran prosedural.
Sehari setelah gelar perkara, proses hukum memasuki babak baru. Berdasarkan hasil penyidikan dan rekomendasi profesi, Polres Kotamobagu resmi menetapkan dr. Sitti Korompot sebagai tersangka.
Dalam laporan media BMR Pikiran Rakyat tanggal 23 November 2025, Iptu Ahmad Waafi menegaskan: “Yang bersangkutan sudah tersangka.”
Penetapan tersangka ini memicu respons yang luas di masyarakat. Memasuki pemeriksaan lanjutan, penyidik Satreskrim Polres Kotamobagu melayangkan panggilan pertama kepada dr. Sitti pada 25 November 2025. Namun, ia tidak hadir.
Gopos.id dalam berita 25 November 2025 menuliskan bahwa penyidik menyebut dr. Sitti “mangkir dengan alasan sakit,” berdasarkan keterangan Kasat Reskrim.
Di tengah memanasnya proses hukum, publik justru menunjukkan gelombang dukungan besar terhadap dr. Sitti. Pada 22 November 2025, media VivaSulut merilis liputan yang menampilkan berbagai kesaksian pasien.
Salah satu pasien menulis, “Dokter Sitti adalah dokter perempuan yang sangat ramah, pelayanannya sangat baik,” seperti dikutip VivaSulut (22/11/2025).
Dua hari kemudian, pada 25 November 2025, ratusan tenaga kesehatan menggelar aksi solidaritas di Kotamobagu. Para nakes menolak apa yang mereka sebut sebagai kecenderungan “kriminalisasi profesi medis”.
Dalam liputan SuaraSulut tanggal 25 November 2025, koordinator aksi, Dimus, menyatakan:
“Proses hukum harus proporsional. Tidak boleh memukul rata setiap komplikasi medis sebagai kriminal.”
Kasus dugaan malapraktik ini kini memasuki tahap yang dinilai krusial. Di satu sisi, keluarga korban menuntut keadilan dan kepastian hukum. Di sisi lain, kalangan tenaga kesehatan menilai perlu adanya batas yang jelas antara risiko medis dan tindak pidana.
Sementara proses berlanjut, kepolisian masih melengkapi berkas perkara, dan publik terus mengikuti perkembangan kasus yang tidak hanya menyangkut satu individu, tetapi juga menggugah diskusi nasional tentang keamanan medis, etika profesi, dan perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan.

