TENTANGPUAN.com – Kasus dugaan KS (kekerasan seksual) terhadap anak di bawah umur di Kota Kotamobagu akhirnya menemui titik terang. Tim Resmob Polres Kotamobagu yang dipimpin oleh Kasat Reskrim AKP Agus Sumandik berhasil mengamankan terduga pelaku berdasarkan laporan masyarakat.
Dalam keterangannya, AKP Agus Sumandik membenarkan penangkapan terhadap terduga pelaku berinisial WO alias Ono.
Pelaku diamankan di Kelurahan Matali pada Jumat (14/02/2025) sekitar pukul 23.30 WITA dan kini telah ditahan di Mapolres Kotamobagu.
Polisi Pastikan Penanganan Sesuai Prosedur
Kasi Humas Polres Kotamobagu, Iptu I Dewa Dwiadnyana, menegaskan bahwa kepolisian menangani kasus ini dengan prosedur yang hati-hati agar tidak terjadi kesalahan dalam penyidikan.
“Benar, ada laporan mengenai peristiwa ini. Namun, butuh waktu untuk menjalani proses dari penyelidikan hingga naik ke tahap penyidikan. Ada syarat yang harus dipenuhi, jangan sampai keliru,” ujarnya, Jumat (14/02/2025).
Kuasa hukum korban, Alfrid Muliadi Mokoginta, mengatakan pihaknya terus berkoordinasi dengan penyidik agar korban mendapatkan pendampingan yang dibutuhkan.
“Saya akan berkoordinasi dengan penyidik agar korban mendapatkan bantuan psikis dari ahli,” ujar Alfrid pada Kamis (13/02/2025).
Sementara itu, keluarga korban mengungkapkan bahwa korban telah menjalani pemeriksaan visum et repertum di salah satu rumah sakit di Kotamobagu. Selain itu, keluarga juga melakukan tes kehamilan secara mandiri, yang hasilnya menunjukkan positif.
Respon DP3A Kotamobagu
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kotamobagu, Sarida Mokoginta, menyatakan bahwa pihaknya telah mengunjungi korban dan memastikan adanya pendampingan hukum serta psikologis.
“Kasus ini sementara ditangani langsung oleh pihak Polres dan UPTD-PPA. Sejak laporan diterima, Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD-PPA) telah menunjuk pengacara pendamping bagi korban,” kata Sarida.
Selain itu, DP3A telah menunjuk psikolog klinis anak forensik, Indri Dilapanga, untuk mendampingi korban yang diketahui memiliki kondisi khusus.
“Korban akan didampingi psikolog dan akan dikunjungi kembali. Selain memiliki keterbelakangan, ia juga bisa mengalami trauma karena masih anak-anak,” tambahnya.
Sarida menegaskan bahwa tidak ada toleransi bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
“Kasus seperti ini tidak bisa ditoleransi. Jika pelaku terbukti bersalah, maka harus dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku agar ada efek jera. Ini bukan hanya merusak korban secara fisik dan mental, tetapi juga menghancurkan masa depan, pendidikan, dan kesehatannya,” tegasnya.