TENTANGPUAN.COM – Dering bel pada Rabu pagi, di pekan pertama bulan Maret berbunyi, tanda masuk jam istirahat. Para siswa di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri 2 Poyowa Besar terlihat antusias bermain bersama. Dari wajah mereka yang tampak riang, keceriaan tergambar jelas. Demikian pula dengan para guru.
Selain banyak siswa asik bermain, di ruang sekolah lainnya terdapat beberapa murid sedang membuat kerajinan tangan. Di sana terdapat pula, Deborah Andhy, (45), guru yang telaten mendampingi para siswa difabel ini mengerjekan kerajinan tangan. Hasil kerajinan tangan tersebut, nantinya akan diletakkan di Gedung Keterampilan sekolah.
“Mencari dan mengasah keterampilan anak-anak berkebutuhan khusus bukanlah hal yang mudah,” Deborah Andhy saat diwawancara, Rabu (08/03/2023).
Menurutnya, kurang lebih sudah 13 tahun konsentrasi Deborah terfokus pada dunia pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus.
Dari pengalamannya selama ini, Deborah bisa tahu bagaimana memperlakukan semua para muridnya dengan baik. Dirinya mengaku pernah mengajar di Taman Kanak-Kanak (TK), dan Sekolah Dasar (SD) Inpres juga.
Ia melihat anak-anak saat usia belajar TK dan SD, kebanyakan sudah mampu membedakan benar dan salah, mana tindakan berbahaya dan yang tidak. Tapi, Deborah mengatakan bagi anak-anak berkebutuhan khusus tidak demikian.
Mereka masih sulit membedakan tindakan yang membahayakan bahkan bagi diri mereka sendiri. Alasan itu membuat Deborah merasa terpanggil mengambil peran dalam mendidik anak difabel.
“Kalau bukan kita, siapa lagi yang mau memperhatikan mereka?,” ucap Deborah.
Walau Deborah tidak memungkiri bahwa untuk mengajar keterampilan pada anak-anak berkebutuhan khusus banyak lika-liku yang dilaluinya.
“Kadang kala , ada situasi di mana saat mengajar anak-anak berkebutuhan khusus yang punya kebutuhan berbeda-beda tapi beberapa perlengkapan mengajar belum tersedia, cukup membuat kita harus ekstra dalam mengajar,” kata Deborah.
Mengajar dengan sepenuh hati membuat Deborah mengaku bisa menghilangkan rasa jenuh dan lelahnya.
“Tergantung bagaimana pemberian diri kita, apakah sepenuhnya dalam mendidik anak-anak ini,” ungkapnya.
Berbagai Tantangan
Apa yang dilakukan Deborah bukan tanpa tantangan. Deborah bercerita bagaimana kegiatan belajar mengajar dengan ragam kemampuan anak. Para siswanya berbeda-beda, ada tuna rungu, tuna netra dan lainnya.
Deborah harus ekstra dalam mendampingi anak-anak tersebut. Kendati demikian, Deborah yakin tantangan tidak akan menjadi halangan selama itu dilakukan dengan sepenuh hati dan disertai rasa tanggung jawab.
Sebenarnya, Deborah baru mengajar di SLB sekitar tujuh bulan. Namun Deborah gigih mengajar keterampilan. Ia memberikan kesempatan para muridnya berkarya, dengan membuat kerajinan dari barang-barang bekas.
“Awalnya saya memperkenalkan, bahan-bahan kerajinan di sekitar mereka seperti jagung, yang mereka tahu jagung hanya untuk dimakan dagingnya, kalau sudah habis tinggal dibuang, padahal sisa-sisa dari jagung itu bisa dibuat sebuah kerajinan. Agar nantinya setelah lulus dari sini, ada karya yang pernah mereka hasilkan,” ucap Deborah.
Tidak Sendiri
Dalam menggali potensi anak-anak di SLB Deborha tidak sendiri. Ia ditemani juga oleh guru-guru lain. Dengan bekerjasama, mereka memaksimalkan potensi siswa sehingga bisa ikut berkontribusi dalam berbagai macam jenis perlombaan.
Mulai dari olahraga, pentas seni tingkat kota bahkan sampai pada tingkat provinsi, membuktikan anak-anak berkebutuhan khusus bisa mengharumkan nama sekolah dan bahkan kota Kotamobagu.
Dengan berbagai upaya dan kerjasama, Deborah dan para guru di SLB Negeri 2 Poyowa Besar berharap para siswa mereka bisa diperhitungkan. Selain itu, mereka juga berharap bisa mendapat perhatian pemerintah.
“Semoga pemerintah bisa lebih menyediakan fasilitas mengajar di setiap Sekolah Anak Berkebutuhan Khusus, karena setiap keterbatasan anak diiringi juga dengan kebutuhan yang berbeda-beda,” keluh Deborah.
Ia juga menginginkan pemerintah bisa menyediakan lembaga yang menampung, juga menerima hasil karya mereka, untuk bisa dipromosikan nantinya.
Penulis: Fabio Balamba