TENTANGPUAN.com – Women’s March Jakarta (WMJ) 2025 kembali digelar sebagai ruang perlawanan kolektif terhadap kekerasan struktural yang terus membelenggu perempuan dan kelompok rentan di Indonesia.
Bertempat di Komnas Perempuan, Jumat (26/9/2025), aksi tahunan ini mengusung tema “Tubuh Bukan Milik Negara”.
Tema tersebut dipilih sebagai respons atas maraknya kekerasan berbasis gender dan seksual (KBGS) sekaligus refleksi atas kebijakan negara yang dinilai masih mengabaikan hak-hak perempuan, komunitas adat, penyintas, pekerja rumah tangga (PRT), disabilitas, serta kelompok ragam gender dan seksualitas.
“Tubuh bukan sekadar tubuh perempuan, tapi juga tubuh ibu pertiwi yang dieksploitasi, dikriminalisasi, dan diprivatisasi,” ujar Riska Carolina, Co-Koordinator WMJ 2025.
Dalam forum tersebut, berbagai organisasi masyarakat sipil menyampaikan kritik keras. JALA PRT, melalui Jumisiih, menegaskan bahwa lambannya pengesahan RUU Perlindungan PRT membuat jutaan pekerja domestik terus tereksploitasi.
Sementara itu, data Jakarta Feminist menunjukkan sepanjang 2024 terjadi 209 kasus femisida, di mana 43 persen berawal dari KDRT.
“Fakta ini seharusnya bisa dicegah, tetapi negara tidak serius membangun perlindungan hukum,” kata Anindya Restuviani, Direktur Jakarta Feminist.
Isu diskriminasi terhadap penyintas HIV/AIDS dan pekerja seks juga disuarakan.
Raham dari Komunikasi Transman Indonesia menyoroti keterbatasan layanan kesehatan reproduksi dan psikologis yang inklusif, serta hukum yang tidak ramah terhadap kelompok rentan.
Hal serupa ditegaskan Nissi dari Feminis Themis, yang mengkritik penghapusan sejarah perempuan dan catatan kekerasan masa lalu dari kurikulum.
Menurutnya, negara justru berusaha menghapus jejak pelanggaran HAM berat yang pernah dialami perempuan.
Melalui aksi ini, Women’s March Jakarta 2025 menyerukan negara untuk segera mengesahkan RUU PPRT, merevisi KUHP yang tidak berpihak pada korban, menghadirkan pendidikan seksual komprehensif, memperluas layanan kesehatan dan psikologis yang inklusif, serta menghentikan eksploitasi terhadap perempuan dan komunitas adat.
“Negara masih punya pekerjaan rumah besar untuk memastikan tubuh, identitas, dan ruang hidup perempuan serta rakyat kecil benar-benar dilindungi,” tegas para aktivis dalam pernyataan bersama.