TENTANGPUAN.com – Di tengah teriknya matahari hingga larut malam, suara perempuan menggema dari kawasan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sumompo – Buha, Manado, Selasa (23/9/2024).
Mereka bukan sekadar pendamping aksi, tapi justru menjadi penggerak utama penolakan rencana pembangunan Instalasi Pengolahan Limbah Tinja (IPLT) di kawasan yang selama ini sudah menanggung beban sampah Kota Manado.
Kelompok mama-mama ini menutup portal TPA dan berdiri di garis depan aksi menghentikan aktivitas truk sampah. Mereka membawa suara hati nurani, juga kekhawatiran akan masa depan anak cucu.
“Kami mama-mama yang 1×24 jam berada di rumah. Kami yang memastikan kesehatan anak-anak dan keluarga, sebab jika ada anggota keluarga sakit, yang paling siksa adalah kami mama-mama. Kami tidak bisa tidur tenang, sehingga kami yang musti berjuang karena dampak TPA dan bahkan dampak IPLT itu nantinya kami yang paling merasakan,” tegas Yasri Badoa, koordinator aksi saat ditemui Rabu (24/9/2024).
Ia menyebut, dampak pencemaran lingkungan tidak hanya menimbulkan bau dan ketidaknyamanan, tetapi juga ancaman penyakit.
“Ancaman kanker serviks, kanker payudara, itu kepada kami mama-mama dan perempuan, bukan bapak-bapak,” lanjutnya.

Perempuan di Garis Depan
Dalam aksi, mama-mama Sumompo meninggalkan pekerjaan domestik mereka. Ada yang tak sempat mencuci, memasak, atau mengurus rumah tangga demi hadir di barisan massa.
“Demi ikut aksi, beberapa mama-mama juga tidak pergi bekerja, beberapa catering makanan pun kami batalkan demi memperjuangkan nasib anak cucu kami ke depan,” ungkap Yasri.
Sikap mereka menjadi bukti bahwa perjuangan mempertahankan ruang hidup bukan hanya urusan teknis lingkungan, tapi juga soal peran perempuan yang rela mengorbankan pekerjaan harian demi suara yang lebih besar yaitu hak hidup sehat bagi generasi selanjutnya.
TPA yang Sudah Tak Layak
TPA Sumompo sudah lama dinilai tak layak karena masih menggunakan sistem open dumping. Tahun 2025, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bahkan memberikan sanksi administratif atas pengelolaan TPA ini.
Namun, alih-alih mempercepat penutupan dan pemulihan kawasan seperti janji pemerintah sebelumnya, warga justru dikejutkan dengan pembangunan IPLT di lokasi yang sama.
“DLH punya waktu sampai bulan November, kami tunggu! Tapi sampai sekarang kami masyarakat tidak pernah diajak berdiskusi, malah tiba-tiba ada pembangunan untuk buang tai satu Manado di sini,” ujar seorang warga dengan nada kecewa.

Data Dampak Lingkungan
Sejumlah penelitian menunjukkan betapa serius dampak TPA terbuka terhadap kesehatan.
World Health Organization (2018) mencatat, masyarakat yang tinggal di sekitar TPA dengan sistem open dumping berisiko lebih tinggi mengalami infeksi saluran pernapasan, penyakit kulit, diare, hingga kanker akibat paparan zat berbahaya dari sampah yang terbakar maupun merembes ke tanah dan air.
Tak hanya itu, Dangi & Pretz (2018) menemukan, pencemaran dari TPA dapat memicu akumulasi logam berat seperti timbal dan kadmium dalam tubuh manusia, yang berkaitan langsung dengan kanker, gangguan reproduksi, serta kerusakan organ vital.
Bagi perempuan, ancaman kesehatan itu bahkan lebih berat. Paparan bahan kimia beracun dapat memicu kanker serviks dan kanker payudara, sebagaimana disampaikan para aktivis perempuan lingkungan di banyak negara.
Perempuan Selalu Menanggung Dampak Lebih Berat
Dalam studi Agarwal (Ecofeminism and Environmental Justice, 2002) dijelaskan bahwa perempuan sering kali menjadi kelompok yang paling terdampak dalam persoalan lingkungan.
Sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kesehatan keluarga, memasak, dan penyediaan air bersih, perempuan harus berhadapan langsung dengan dampak pencemaran.
Hal serupa ditegaskan oleh riset UN Women (2022) yang menyebut bahwa beban ganda perempuan di wilayah rentan lingkungan—mulai dari pengasuhan hingga menopang ekonomi rumah tangga—membuat mereka paling terdampak, baik secara fisik maupun psikis, ketika ruang hidup mereka tercemar.

Empat Tuntutan Warga
Dalam aksi yang berlangsung hingga malam hari itu, masyarakat Sumompo menyuarakan empat tuntutan:
- Menolak proyek IPLT.
- Meminta TPA Sumompo – Buha segera ditutup karena sudah over kapasitas.
- Merealisasikan janji pemerintah menjadikan lokasi itu ruang terbuka hijau.
- Mengaktifkan kembali Pasar Rakyat Buha sebagai penopang ekonomi warga.
Puluhan truk sampah yang terhalang masuk TPA hanya bisa parkir di tepi jalan. Aksi benar-benar menghentikan aktivitas pembuangan, sebuah bentuk nyata dari kekuatan suara rakyat, terutama mama-mama.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Manado, Pontowuisang Kakauhe, mengakui bahwa tuntutan warga sudah pernah disampaikan di DPRD Manado.
Menurutnya, aspirasi masyarakat Sumompo akan kembali dibicarakan bersama perangkat teknis.
DLH menegaskan, pemerintah tidak menutup diri untuk dialog, meski proses pembangunan IPLT sementara berjalan.
Suara Mama-Mama untuk Masa Depan
Di balik teriakan dan bentangan spanduk, ada wajah-wajah perempuan yang menanggung beban paling berat dari krisis lingkungan. Mereka bukan sekadar korban, tapi telah menjelma menjadi aktor utama perjuangan.
“Kami bukan ditunggangi siapa-siapa. Kami bergerak karena hati nurani, karena kami tahu siapa yang paling merasakan dampaknya nanti. Kalau anak-anak kami sakit, siapa yang akan jaga mereka kalau bukan kami mama-mama,” tegas Novita Sikome, salah satu penanggung jawab aksi.
Pada aksi tersebut, warga menuntut Wali Kota Manado Andrei Angouw hadir, agar bisa langsung mendengar aspirasi mereka.
Perlawanan mama-mama Sumompo adalah potret nyata bagaimana perempuan tidak lagi hanya dipandang sebagai penjaga rumah, tetapi juga sebagai penjaga bumi dan masa depan.