TENTANGPUAN.com -Gerakan Perempuan Sulawesi Utara (GPS), yang merupakan gabungan sejumlah organisasi dan individu peduli isu perempuan dan anak, menyatakan dukungan sekaligus desakan kepada aparat penegak hukum untuk mewujudkan keadilan bagi korban kekerasan seksual dengan nomor perkara 149/Pid.B/2025/PN yang tengah bergulir di Pengadilan Negeri Manado.
Kasus tersebut melibatkan terdakwa [AT] dan [JT], yang berprofesi sebagai pengacara. Keduanya didakwa melakukan tindak pidana kekerasan seksual terhadap korban berinisial LI.
GPS menegaskan bahwa kasus ini harus diproses berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), dengan penerapan hukuman maksimal sebagaimana tercantum dalam pasal 6a dan 6c.
“Perbuatan para terdakwa telah menimbulkan penderitaan fisik, psikologis, dan ekonomi bagi korban. LI yang merupakan orang tua tunggal kini kehilangan peran sebagai pencari nafkah karena kasus ini,” tegas GPS dalam pernyataan sikapnya, Kamis (18/9/2025).
GPS juga menilai penting bagi aparat penegak hukum, baik jaksa maupun hakim, untuk melihat penderitaan korban secara utuh, bukan hanya dari fakta persidangan.
“Hakim diharapkan mempertimbangkan kondisi korban sebagai orang tua tunggal yang mengalami tekanan psikologis, kerentanan ekonomi, serta dampak panjang secara sosial,” lanjut pernyataan tersebut.
Selain itu, GPS mengapresiasi dukungan yang telah diberikan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Komnas Perempuan (KP), serta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) kepada korban dan anaknya.
Bentuk dukungan ini dianggap sebagai langkah penting untuk memastikan hak-hak korban terlindungi selama proses hukum berlangsung.
Dalam sikap resminya, GPS menyampaikan tiga poin utama. Pertama, mendukung dan mendesak jaksa serta hakim agar menjalankan proses peradilan yang seadil-adilnya bagi korban.
Kedua, mendorong LPSK, Komnas Perempuan, dan KPPPA untuk terus memantau jalannya persidangan guna menjamin pemenuhan hak-hak korban, termasuk pendampingan hukum, psikologis, pemulihan fisik dan mental, restitusi, kompensasi, serta perlindungan dari stigma dan diskriminasi.
Ketiga, mengajak seluruh elemen masyarakat untuk aktif mengawal proses hukum dengan mengirimkan surat dukungan langsung ke Pengadilan Negeri Manado.
“Prinsip perspektif korban harus dikedepankan. Hak korban dan anaknya harus dijamin selama dan setelah proses hukum berjalan,” tegas Rut Wangkai, Koordinator GPS.
Pernyataan dukungan ini juga ditegaskan oleh anggota GPS lainnya, antara lain Nurhasanah dari Swara Parangpuan, Gifliyani Nayoan dari kalangan akademisi, dan Kemerlien Ondang dari organisasi KAREMA.