TENTANGPUAN.com – Di sebuah rumah sederhana di Desa Mopugad Utara 2, Kecamatan Dumoga Utara, hidup seorang perempuan tua dalam kesunyian yang hampir sempurna. Namanya Ni Wayan Bentet.
Usianya telah mencapai 75 tahun. Sehari-hari, ia menjalani hidup tanpa suara dan tanpa cahaya, buta dan tuli, namun tetap sadar dan stabil secara mental. Tak ada keluarga yang menemani. Tak ada identitas yang melekat. Bahkan, secarik KTP pun ia tak miliki.
Hari Rabu (23/7/2025) menjadi hari yang berbeda bagi Ni Wayan. Ia menerima kunjungan dari dua instansi pemerintah yakni Dinas Sosial dan Dinas Kesehatan Kabupaten Bolaang Mongondow.
Mereka datang bukan sekadar membawa clipboard dan pertanyaan, tetapi juga membawa harapan yang mungkin sudah lama pudar dari hidup lansia ini. Asesmen dilakukan untuk memastikan kondisi fisik dan sosialnya, sebagai langkah awal dari bentuk kepedulian terhadap warga rentan yang selama ini nyaris tak terdengar suaranya.
“Langkah yang akan dilakukan Pemerintah Bolmong yaitu; pertama, akan diusulkan masuk dalam kepesertaan BPJS. Kedua, akan diusulkan masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial Ekstrem Nasional (DTSEN). Ketiga, akan diberikan bantuan lansia,” ujar Kepala Dinas Sosial Bolmong, Erni Mokoginta.
Dalam sekejap, rencana bantuan itu seolah menjadi jembatan yang mempertemukan hak dan harapan. Pemerintah menjanjikan kebutuhan dasar yang tak lagi bisa dipenuhi sendiri oleh Ni Wayan, kasur, bantal, selimut, pakaian, hingga perlengkapan mandi. Termasuk juga bahan pangan seperti beras 30 kilogram, minyak kelapa, susu kaleng, mie instan, dan telur.
Di usia yang semakin renta, ketika banyak orang bergantung pada keluarga, Ni Wayan Bentet justru harus bertahan seorang diri, dalam gelap dan senyap.
Namun kini, sedikit demi sedikit, dunia mulai menyapanya kembali, melalui kebijakan, perhatian, dan uluran tangan pemerintah.
“Upaya ini merupakan bagian dari program perlindungan sosial yang digagas Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow untuk memastikan warga lanjut usia mendapatkan perhatian dan perlindungan layak,” tambah Erni.
Harapannya sederhana namun menyentuh: tidak ada lagi lansia yang terabaikan. Sebab di balik tubuh renta dan langkah terseok, masih ada martabat yang perlu dijaga, dan hak hidup yang tetap harus dijunjung, setinggi-tingginya.