Korban Femisida Diabaikan, KAKSBG Kecam Putusan Banding PT Manado

Ilustrasi, (Foto: Dokumen Pribadi).

TENTANGPUAN.com – Koalisi Anti Kekerasan Seksual Berbasis Gender (KAKSBG) menyatakan kekecewaan dan penolakan keras atas putusan banding yang dikeluarkan oleh Pengadilan Tinggi (PT) Manado dalam kasus pembunuhan dan kekerasan seksual terhadap seorang siswi di Kota Bitung.

Dalam putusan banding yang dibacakan belum lama ini, terdakwa hanya dijatuhi hukuman 15 tahun penjara. Padahal, dalam putusan sebelumnya di Pengadilan Negeri (PN) Bitung, terdakwa divonis penjara seumur hidup.

Penurunan hukuman tersebut dinilai sebagai bentuk pengabaian terhadap keadilan bagi korban dan keluarganya.

“Kami sangat prihatin. Putusan ini bukan hanya meringankan hukuman pelaku, tapi juga mengabaikan fakta-fakta penting, termasuk adanya kekerasan seksual yang dialami korban,” tegas Koordinator KAKSBG, Emanuella G. A. Malonda, S.H, dalam siaran pers yang diterima pada Selasa (22/7/2025).

Menurut KAKSBG, terdapat sejumlah kejanggalan serius dalam putusan banding tersebut:

  1. Kekerasan seksual tidak diakui, meskipun fakta persidangan dan bukti Visum et Repertum menunjukkan bahwa korban mengalami kekerasan seksual sebelum dibunuh, bahkan pelaku memperkosa korban yang sudah tidak bernyawa.
  2. Unsur pencurian dihapus, padahal pelaku diketahui mengambil uang dan ponsel korban setelah melakukan aksi keji tersebut.
  3. Permohonan restitusi dari keluarga korban ditolak, yang berarti hak korban atas pemulihan diabaikan oleh majelis hakim.

Koalisi juga menyoroti bahwa sejak awal, kekerasan seksual terhadap korban tidak diakui, baik oleh majelis hakim di PN Bitung maupun oleh hakim PT Manado.

Hal ini menurut KAKSBG mencerminkan rendahnya sensitivitas terhadap kekerasan berbasis gender dalam proses peradilan.

“Dua tingkat pengadilan sama-sama gagal melihat kekerasan seksual yang jelas-jelas terungkap di persidangan. Ini menunjukkan penghilangan kebenaran secara sistematis dan memperlihatkan bahwa pengalaman perempuan korban kekerasan masih sering diabaikan,” tambah Malonda.

Desakan ke Mahkamah Agung dan Lembaga Terkait

Dalam pernyataannya, Koalisi menyampaikan tiga tuntutan utama:

  1. Mahkamah Agung Republik Indonesia diminta untuk meninjau kembali perkara ini melalui proses kasasi guna mengoreksi putusan yang tidak berpihak pada korban.
  2. Komisi Yudisial dan Komnas Perempuan didesak untuk melakukan pengawasan serta pemeriksaan terhadap majelis hakim di dua tingkat pengadilan tersebut.
  3. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) diharapkan menjamin hak pemulihan bagi keluarga korban, terutama ibu korban, dan mendorong realisasi restitusi secara adil dan layak.

KAKSBG menegaskan bahwa kasus ini merupakan gambaran nyata dari lemahnya perlindungan hukum terhadap korban kekerasan seksual dan femisida di Indonesia.

Putusan ini, menurut mereka, tidak hanya menyakiti keluarga korban tetapi juga menjadi preseden buruk bagi perlindungan perempuan dan anak di Indonesia.

“Kami mengajak publik, media, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil untuk terus bersuara, mengawal proses hukum, dan menuntut keadilan bagi semua perempuan korban kekerasan,” pungkas Malonda.

Kontak Media:
Asmara Dewo, S.H — +62 822-9902-7455
Jl. Melati Raya, Paniki Bawah, Mapanget, Kota Manado, Sulawesi Utara