TENTANGPUAN.com – Bukan hanya menyasar pembaruan metode belajar, riset pendidikan berbasis biodiversitas lokal yang dilakukan di Kepulauan Siau, Sulawesi Utara, membuka cakrawala baru bagi masyarakat di pulau-pulau terluar.
Dengan mengintegrasikan pendekatan pembelajaran sains, teknologi, teknik, dan matematika (STEM) serta eksplorasi langsung terhadap kekayaan hayati laut dan darat, riset ini menegaskan bahwa pendidikan bisa relevan, membumi, dan berdaya guna bagi masa depan siswa sekaligus daerahnya.
Penelitian bertajuk “Karakterisasi Pembelajaran STEM dengan Pendekatan Problem-Based Exploratory Berbasis Biodiversitas Lokal di SMA Pulau-Pulau Terluar Sulawesi Utara”, yang digagas oleh tim dari Universitas Negeri Manado Fakultas MIPA, berhasil menemukan sejumlah potensi luar biasa dari lingkungan sekitar pulau.
Termasuk di antaranya keanekaragaman hayati mangrove, terumbu karang, hingga spesies endemik yang belum banyak dikaji sebelumnya.
Kegiatan riset lapangan ini berlangsung pada 5 hingga 10 Juni 2025 di sejumlah titik strategis di Kepulauan Siau.

Tim peneliti yang diketuai oleh Dr. Femmy R. Kawuwung juga melibatkan tenaga ahli dari Kabupaten Kepulauan Sitaro seperti Rio Puasa dan Risaldy Londo yang turut menginventarisasi biota laut dan ekosistem penting di kawasan pesisir.
“Kami menemukan sejumlah spesies endemik, bahkan ada jenis mangrove langka yang secara global sudah sangat jarang, tetapi justru masih tumbuh di wilayah Siau. Temuan ini tidak hanya penting bagi konservasi, tapi juga menjadi bahan ajar yang hidup untuk siswa-siswa kita di pulau-pulau terluar,” ungkap Dr. Femmy R. Kawuwung dalam wawancara.
Penelitian ini tidak hanya mencatat kekayaan alam, tetapi juga membingkai bagaimana potensi tersebut dapat menjadi fondasi pembelajaran yang kontekstual melalui pendekatan problem-based exploratory learning.
Dalam model ini, siswa belajar memecahkan masalah nyata di lingkungan mereka sendiri dengan memadukan sains, teknologi, teknik, dan matematika.
Tak hanya memberi manfaat di dunia pendidikan, implikasi praktis riset ini juga menyentuh sektor sosial dan ekonomi. Masyarakat bisa terlibat langsung melalui transfer pengetahuan tradisional, pengembangan produk lokal berbasis biodiversitas seperti tanaman obat atau hasil laut olahan, hingga potensi pengembangan ekowisata yang dikelola oleh komunitas.
Pendidikan pun menjadi lebih relevan dan mampu menumbuhkan rasa memiliki terhadap alam sekitar. Dalam konteks ini, sekolah bukan hanya tempat belajar, tetapi juga pusat pemberdayaan daerah.
“Dengan pendekatan ini, kita tidak hanya mendidik anak-anak untuk lulus ujian, tetapi juga untuk menjadi solusi bagi daerahnya. Pendidikan yang kontekstual akan menumbuhkan kebanggaan dan kepedulian terhadap kekayaan lokal,” tambah Kawuwung.
Sebagai kelanjutan dari riset ini, pada tahun kedua akan digelar workshop bagi para guru di wilayah kepulauan terluar Sulawesi Utara. Tujuannya adalah memberikan pelatihan tentang bagaimana mengintegrasikan temuan biodiversitas lokal ke dalam kurikulum dan metode pengajaran abad ke-21.
Kegiatan ini mendapat dukungan dari berbagai pihak, mulai dari dana pusat (Program Penelitian Fundamental Reguler Tahun Pertama), Universitas Negeri Manado, Dinas Pendidikan Kepulauan Siau, Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sitaro, hingga keterlibatan aktif masyarakat lokal.
Di tengah tantangan keterbatasan akses dan sumber daya, riset ini menghadirkan harapan baru bahwa pulau-pulau kecil pun memiliki potensi besar jika pendidikan diselaraskan dengan lingkungan dan kehidupan masyarakatnya.
Ikut terlibat dalam penelitian ini para dosen dari Universitas Negeri Manado Fakultas MIPA, yaitu Dr. Femmy R. Kawuwung, Dr. Ferny M. Tumbel, Musmah Rukmana, dan Fanny N. Nanlohy.
Peliput:
Jufri Fransicho Kasumbala