Pentingnya Memahami Kondisi Korban Kekerasan Seksual

ks
ilustrasi

TENTANGPUAN.com – Kekerasan seksual (KS) merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang tidak hanya melukai fisik korban, tetapi juga berdampak serius terhadap kondisi psikologis, sosial, dan emosional mereka.

Dalam banyak kasus, korban KS justru mengalami stigma, disalahkan, atau bahkan dipaksa bungkam oleh lingkungan sekitarnya. Padahal, pemahaman yang utuh terhadap kondisi korban sangat penting untuk mendukung proses pemulihan dan penegakan keadilan.

Luka yang Tidak Terlihat

Korban KS tidak hanya menanggung luka fisik, tetapi juga trauma psikis yang kerap sulit dipahami orang lain.

Rasa takut, malu, cemas berlebihan, gangguan tidur, hingga depresi berat bisa dialami korban dalam jangka waktu lama.

Beberapa korban bahkan merasa bersalah atas kejadian yang menimpa dirinya, akibat budaya menyalahkan korban (victim blaming) yang masih kuat di masyarakat.

Karena itu, penting bagi keluarga, teman, aparat penegak hukum, media, dan masyarakat untuk tidak menghakimi atau mendesak korban bercerita dengan cara yang memojokkan. Korban membutuhkan ruang aman dan dukungan penuh untuk bisa pulih.

Perlindungan Hukum bagi Korban

Perlindungan korban KS telah diatur dalam sejumlah regulasi di Indonesia. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) mengamanatkan perlindungan menyeluruh bagi korban, mencakup pendampingan hukum, pemulihan psikologis, restitusi, dan jaminan hak untuk tidak disalahkan atau dipermalukan.

Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan dan Kerja Sama Pemulihan Korban Kekerasan juga mewajibkan negara untuk memberikan layanan terpadu bagi korban kekerasan, termasuk layanan medis, psikologis, dan rehabilitasi sosial.

Peran Lingkungan Sekitar

Lingkungan terdekat korban, seperti keluarga dan rekan kerja, memegang peranan kunci dalam proses pemulihan.

Dukungan moral, percaya terhadap kesaksian korban, serta memberi keleluasaan korban menentukan langkah hukum sangat dibutuhkan.

Sikap menyalahkan, meragukan, atau mengecilkan pengalaman korban justru dapat memperburuk trauma.

Selain itu, media juga harus bijak dalam memberitakan kasus KS, dengan tetap menjaga kerahasiaan identitas korban dan tidak mengungkapkan detail yang dapat menimbulkan stigma baru.