TENTANGPUAN.com – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bitung secara sah dan meyakinkan menjatuhkan vonis pidana penjara seumur hidup kepada terdakwa Akri Djafar Ali alias Akri dalam kasus femisida yang menewaskan seorang pelajar perempuan berusia 18 tahun.
Putusan ini dibacakan pada Selasa, 27 Mei 2025, dalam perkara pidana nomor 1/Pid.B/2025/PN Bit.
Majelis hakim yang terdiri dari Christian Y. P. Siregar selaku ketua, serta dua hakim anggota, Jubaida Diu dan Christi A. Leatemia, menyatakan bahwa terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan dan pencurian dengan kekerasan.
“Tiga, menyatakan terdakwa Akri Djafar Ali terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan dan pencurian dengan kekerasan sebagaimana dalam dakwaan kesatu subsider dan dakwaan ketiga penuntut umum. Empat, menjatuhkan terdakwa dengan pidana penjara selama seumur hidup,” tegas Ketua Majelis Hakim, Christian Y. P. Siregar.
Agenda pembacaan putusan ini turut dihadiri oleh Penuntut Umum, Penasihat Hukum terdakwa, keluarga korban beserta kuasa hukumnya, serta sejumlah anggota Koalisi Anti Kekerasan Seksual Berbasis Gender (KAKSBG).
Suasana haru menyelimuti ruang sidang saat putusan dibacakan. Ibu korban tampak menangis, begitu pula kuasa hukum keluarga korban. Sejumlah pengunjung sidang memberikan tepuk tangan sebagai bentuk apresiasi atas keputusan majelis hakim.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menolak seluruh pembelaan (pledoi) dari pihak terdakwa dan menyatakan tidak ada hal yang meringankan pidana.
Sebaliknya, hakim mempertimbangkan berbagai hal yang memberatkan, termasuk dampak besar yang ditimbulkan terhadap korban, keluarga, dan masyarakat.
Ibu korban menyambut baik putusan tersebut dan mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada majelis hakim.
“Saya sangat berterima kasih kepada bapak-ibu hakim atas putusannya. Ini adalah keputusan yang adil, mewakili almarhumah anak saya. Saya menerima putusan ini dengan baik,” ujarnya di depan awak media.
Salah satu kuasa hukum keluarga korban, Emanuella G.A. Malonda, S.H., juga memberikan tanggapannya.
Ia menyebut keputusan ini sebagai langkah progresif dalam menegakkan keadilan bagi korban kekerasan berbasis gender.
“Putusan ini di luar ekspektasi. Saya sampai menangis saat mendengarnya. Sebagai perempuan, saya merasakan keadilan dalam keputusan ini. Perbuatan terdakwa adalah penghinaan terhadap martabat perempuan. Semoga ke depan hakim-hakim di pengadilan lain bisa meneladani keberanian dan keadilan seperti yang ditunjukkan hakim PN Bitung,” kata Emanuella.
Sementara itu, Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Bitung menyatakan masih akan melakukan koordinasi internal untuk menentukan langkah hukum lanjutan, termasuk kemungkinan pengajuan banding.
Dari pihak penasihat hukum terdakwa, mereka belum memastikan apakah akan mengajukan banding dan menyatakan masih akan mempertimbangkannya terlebih dahulu.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena dinilai mencerminkan kejahatan berbasis gender yang serius, dan vonis yang dijatuhkan dianggap sebagai preseden penting dalam upaya perlindungan terhadap perempuan di Indonesia.