TENTANGPUAN.com – Keluarga korban kekerasan seksual mengungkapkan rasa kecewa dan keberatan mereka setelah mengetahui bahwa HL (73), tersangka dalam kasus dugaan perkosaan terhadap anak di bawah umur yang juga merupakan penyandang disabilitas intelektual, belum ditahan dan kini berada di rumah keluarganya di Kelurahan Matali, Kotamobagu.
Sebelumnya, HL diamankan oleh Tim Resmob Polres Kotamobagu pada Sabtu, 5 April 2025 di kediaman saudaranya di Kelurahan Matali Baru, Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong).
Ia diduga melakukan kekerasan seksual terhadap korban yang masih berusia anak dan dalam kondisi rentan secara mental.
Namun baru-baru ini, pihak keluarga korban merasa terpukul setelah mengetahui bahwa HL tidak ditahan di rumah tahanan, melainkan berada di rumah.
“Kami diberitahu bahwa tersangka sedang dirawat di rumah sakit, tapi kenyataannya dia di rumah. Ini membuat kami kecewa, tidak nyaman, dan sangat sakit hati,” ujar Nisa, salah satu anggota keluarga korban.
Nisa menegaskan bahwa korban adalah anak yang membutuhkan perlindungan khusus karena kondisi disabilitasnya, dan seharusnya mendapatkan keadilan secara utuh tanpa diskriminasi.
“Korban adalah anak yang punya kebutuhan khusus. Tapi yang kami lihat, keadilan justru tidak berpihak padanya. Kami ingin perlakuan hukum yang adil, tanpa pandang bulu, meskipun pelaku sudah lansia,” tegas Nisa.
Polisi Sebut Belum Ditahan Karena Alasan Kesehatan
Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Kotamobagu, AKP Agus Sumandik, menjelaskan bahwa kasus ini telah masuk dalam tahap penyidikan dan pemberkasan. HL sudah ditetapkan sebagai tersangka, namun belum ditahan karena pertimbangan usia lanjut dan kondisi kesehatan.
“Perkara ini sudah naik sidik dan sementara kami lakukan pemberkasan. Tersangka memang belum kami tahan karena usianya 73 tahun dan dalam kondisi sakit-sakitan,” ujar Agus.
Ia menambahkan bahwa pihaknya akan melakukan pemeriksaan medis terhadap tersangka sebelum menentukan langkah lebih lanjut.
“Besok kami akan panggil dokter untuk memastikan kondisi kesehatannya. Kalau dinyatakan layak untuk ditahan, tentu akan kami tahan. Kami tidak ingin mengambil risiko medis, tapi proses hukum tetap kami jalankan,” jelasnya.
Seruan Publik untuk Keadilan bagi Korban Disabilitas
Kasus ini menyedot perhatian publik karena melibatkan korban dari kelompok rentan, yakni anak perempuan penyandang disabilitas intelektual.
Banyak pihak menilai bahwa aparat penegak hukum perlu lebih berpihak kepada korban dan memastikan bahwa keadilan tidak dikompromikan dengan alasan usia atau kondisi pelaku.
Bahkan, Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Hillary Brigitta Lasut, turut menyuarakan keprihatinannya atas kasus ini dan menekankan pentingnya perlindungan hukum yang maksimal bagi korban kekerasan seksual, terlebih yang berasal dari kelompok rentan.
Masyarakat berharap agar proses hukum dijalankan secara transparan dan adil, serta memberikan rasa aman bagi semua, khususnya anak-anak dan penyandang disabilitas.