BEI dan UN Women Gelar Ring the Bell for Gender Equality, Dorong Kesetaraan Gender di Dunia Kerja

Prosesi membunyikan bel untuk kesetaraan gender dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional yang dipimpin oleh Staf Ahli Menteri Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Ratna Susianawati. . (Photo: IBCWE/Banu Maulana).
Prosesi membunyikan bel untuk kesetaraan gender dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional yang dipimpin oleh Staf Ahli Menteri Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Ratna Susianawati. . (Photo: IBCWE/Banu Maulana).

TENTANGPUAN.com – Dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional, PT Bursa Efek Indonesia (BEI) bersama UN Women, UN Global Compact Network Indonesia (IGCN), International Finance Corporation (IFC), dan Indonesia Business Coalition for Women Empowerment (IBCWE) kembali menggelar acara tahunan Ring the Bell for Gender Equality (RTBFGE) yang ke-6 di Indonesia.

Acara ini mengusung tema “How to Maintain Work-Life Integration: Policies that Empower Women”, dengan fokus pada kebijakan kerja yang lebih inklusif untuk mendukung pemberdayaan perempuan.

Acara yang berlangsung di Main Hall BEI ini merupakan bagian dari inisiatif global yang didukung oleh United Nations Sustainable Stock Exchange (SSE), UN Global Compact, UN Women, dan World Federation of Exchanges (WFE). Tahun ini, sebanyak 117 bursa efek di seluruh dunia berpartisipasi dalam kampanye ini, menegaskan komitmen terhadap kesetaraan gender dalam dunia usaha.

Ketimpangan Gender di Dunia Kerja

Dalam sambutannya, Komisaris Utama BEI, Nurhaida, menekankan pentingnya keseimbangan antara kehidupan kerja dan pribadi bagi perempuan. “Mengintegrasikan kehidupan kerja dan pribadi adalah salah satu aspek penting dalam mewujudkan lingkungan yang mendukung kesejahteraan dan produktivitas perempuan. Kebijakan yang berpihak pada keseimbangan ini tidak hanya memberdayakan perempuan tetapi juga menciptakan ruang kerja yang lebih inklusif dan berkelanjutan,” ujarnya.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024, tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan di Indonesia pada tahun 2023 hanya mencapai 55%, jauh lebih rendah dibandingkan laki-laki yang mencapai 85%. Selain itu, laporan International Labour Organization (ILO) menunjukkan bahwa pekerja perempuan di Indonesia rata-rata menerima upah USD 4 per jam, sedangkan pekerja laki-laki memperoleh USD 6 per jam.

Ketimpangan juga terlihat dalam hal kepemimpinan. Berdasarkan SDG Global Database, hanya 32% perempuan yang menduduki posisi manajerial di perusahaan pada tahun 2022. Data ini menunjukkan bahwa perempuan masih menghadapi berbagai hambatan dalam meniti karier hingga ke level kepemimpinan.

Kolaborasi Multi-Stakeholder untuk Kesetaraan Gender

Acara ini menghadirkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemimpin perusahaan, pembuat kebijakan, dan advokat kesetaraan gender untuk membahas kebijakan yang dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih inklusif. Staf Ahli Menteri Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Ratna Susianawati, menegaskan bahwa dunia usaha memiliki peran krusial dalam upaya mencapai kesetaraan gender.

“Sinergi dan kolaborasi harus dibangun, tidak hanya antar kementerian dan lembaga, tetapi juga dengan dunia usaha. Jika semua pihak menggunakan perspektif dan analisis gender dalam penyusunan program dan kebijakan, maka tantangan dalam kesetaraan gender dapat diatasi dengan lebih efektif,” ujarnya.

Mendorong Kebijakan Inklusif untuk Work-Life Integration

Melalui format diskusi World Café, para pemimpin perusahaan berbagi praktik terbaik dalam mendukung keseimbangan antara kehidupan kerja dan pribadi. Beberapa kebijakan yang didorong dalam diskusi ini meliputi pemberian cuti melahirkan dan cuti ayah, serta pengaturan kerja fleksibel yang mendukung peran orang tua yang bekerja.

Ulziisuren Jamsran, UN Women Indonesia Representative and Liaison to ASEAN, mengingatkan bahwa tahun 2025 menandai 30 tahun sejak disepakatinya Beijing Declaration and Platform for Action (BPFA), sebuah komitmen global untuk memajukan kesetaraan gender. “UN Women menyerukan aksi nyata untuk memastikan semua perempuan dan anak perempuan di Indonesia bebas dari diskriminasi, memiliki akses ke pekerjaan yang layak, dan dapat menjalankan kepemimpinan,” ujarnya.

Diskusi panel dalam acara ini menghadirkan beberapa pemimpin perempuan, termasuk Komisaris Independen PT Bank OCBC NISP Tbk, Betti S. Alisjahbana, serta Head of Communication and Chair of ED&I Board Indonesia, PT Unilever Indonesia Tbk, Kristy Nelwan. Diskusi yang dimoderatori oleh Direktur Eksekutif IBCWE, Wita Krisanti, menyoroti berbagai tantangan serta praktik terbaik untuk membangun ekosistem kerja yang lebih ramah bagi perempuan.

“Menciptakan lingkungan kerja yang aman dan inklusif bukan sekadar kepatuhan terhadap regulasi, tetapi juga investasi strategis bagi keberlanjutan bisnis. Perusahaan dengan lebih banyak perempuan di posisi kepemimpinan memiliki potensi mencatatkan kinerja keuangan yang lebih baik,” ujar Wita.

Komitmen Dunia Usaha untuk Kesetaraan Gender

Sebagai bagian dari acara, sesi Ring the Bell menjadi simbol komitmen dunia usaha dalam mempromosikan kesetaraan gender serta implementasi Women’s Empowerment Principles (WEPs) di tempat kerja. Diluncurkan pada 2010 oleh UN Women dan UN Global Compact Network, WEPs merupakan seperangkat prinsip yang mendukung pemberdayaan perempuan di lingkungan kerja, pasar, dan masyarakat. Hingga kini, lebih dari 10.000 perusahaan di dunia telah menandatangani WEPs, termasuk 206 perusahaan dari Indonesia.

Euan Marshall, Country Manager IFC untuk Indonesia dan Timor-Leste, menekankan bahwa meningkatkan partisipasi perempuan dalam angkatan kerja dapat meningkatkan output ekonomi global hingga sepertiga. “Namun, perempuan masih menghadapi banyak hambatan di tempat kerja. Melalui inisiatif Ring the Bell for Gender Equality dan kemitraan dengan dunia usaha, kami mendorong solusi dari sektor swasta untuk memperluas peluang dan memberdayakan lebih banyak perempuan,” katanya.

Direktur Eksekutif IGCN, Josephine Satyono, menutup acara dengan menegaskan pentingnya kebijakan kerja yang lebih inklusif. “Lingkungan kerja yang setara tidak hanya meningkatkan kesejahteraan perempuan, tetapi juga berdampak positif terhadap produktivitas perusahaan,” tutupnya.

Dengan partisipasi lebih dari 90 perwakilan perusahaan, acara ini diharapkan menjadi momentum penting dalam mendorong kebijakan progresif yang mendukung kesetaraan gender di dunia kerja. Melalui sinergi lintas sektor, diharapkan work-life integration yang lebih seimbang dapat tercapai, sekaligus meningkatkan peran perempuan dalam pengambilan keputusan dan kepemimpinan di tempat kerja.