TENTANGPUAN.com -Presiden terpilih Prabowo Subianto memanggil sejumlah tokoh potensial calon menteri, termasuk beberapa perempuan berpengaruh, ke kediamannya di Jakarta pada Senin (14/10). Salah satu sosok yang menarik perhatian adalah Sri Mulyani, yang disebut-sebut akan kembali menjabat dalam kabinet mendatang.
Selain Sri Mulyani, sejumlah tokoh lain juga hadir, seperti Agus Harimurti Yudhoyono, Yusril Ihza Mahendra, Bahlil Lahadalia, serta Muhaimin Iskandar. Kehadiran mereka memicu spekulasi terkait rencana Prabowo membentuk kabinet dengan jumlah menteri terbesar sejak pemilihan presiden secara langsung pada 2004.
Nama-nama perempuan lain seperti Veronica Tan juga dikabarkan akan menduduki posisi strategis dalam kabinet baru ini juga mulai mencuat, meskipun belum semua diungkap secara resmi.
Dalam keterangannya, Prabowo mengungkapkan bahwa 49 tokoh yang diundang menyatakan kesediaannya untuk bergabung dalam pemerintahannya. “Mereka sudah menyatakan bersedia membantu saya, jadi sebetulnya hari ini hanya mengonfirmasi,” ujar Prabowo kepada wartawan.
Ia menambahkan bahwa pemanggilan ini merupakan ujung dari proses panjang yang telah melibatkan diskusi dan pemantauan. “Saya konfirmasi, saya yakinkan mereka bersedia atau tidak membantu saya di bidang yang saya tawarkan kepada mereka,” jelasnya. “Alhamdulillah semuanya menyatakan sanggup,” tambahnya.
Sufmi Dasco Ahmad, Ketua Harian Partai Gerindra, mengonfirmasi bahwa para tokoh ini dipanggil sebagai calon menteri dalam kabinet Prabowo. “Yang dipanggil itu akan bertemu dengan Pak Prabowo, nah finalisasinya nanti setelah pertemuan,” ujarnya.
Rencana Prabowo untuk membentuk kabinet besar, yang diperkirakan akan terdiri dari 44 hingga 46 menteri, juga didukung oleh perubahan UU Kementerian Negara yang tidak lagi membatasi jumlah menteri dalam kabinet.
Namun, pembentukan kabinet besar ini menuai kritik. Pakar hukum tata negara Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, menyebut ketiadaan partai oposisi dalam pemerintahan Prabowo dapat menimbulkan ancaman bagi mekanisme pengawasan. “Hilangnya oposisi menjadi pertanda bahwa rezim Prabowo akan berjalan tanpa ada mekanisme check and balances. Itu berbahaya,” ujarnya.
Dengan semakin dekatnya tanggal pelantikan Prabowo pada 20 Oktober, publik menunggu susunan final kabinet, terutama peran yang akan diemban oleh para tokoh perempuan dalam pemerintahan baru ini.