Merawat Kopi Merawat Hidup Perempuan Liberia

Awani (55) perempuan pemetik kopi di Desa Liberia, Boltim, (Foto: Indra Umbola).

TENTANGPUAN.com – Senyum Sriwidati Wasar tetap merekah meski apa yang sedang ia kerjakan jelas tak mudah. Pagi itu, Rabu (12/11/2025), di dalam keheningan hutan di kaki Gunung Ambang, Sriwidati bersama dua perempuan lainnya, Awani dan Kastira Kasmani sedang bersiap memanen kopi di kebun milik keluarga Hamid.

Ketiga perempuan itu adalah buruh pemetik buah kopi yang telah menjadi langganan Hamid ketika musim panen tiba.

Sorot mata penuh semangat menjadi pertanda bermulanya hari di kebun kopi yang terletak di Desa Liberia Timur, Bolaang Mongondow Timur (Boltim), Sulawesi Utara (Sulut).

Tak banyak percakapan terjalin di antara mereka, hanya sesekali ada senda gurau yang terucap dalam bahasa Jawa. Untuk memudahkan pergerakan, mereka menggantung karung kecil di pinggang sebagai wadah menampung buah kopi yang telah dipetik.

Saat karung kecil mendekati penuh, buah yang telah dipetik dipindahkan ke dalam karung besar. Selanjutnya mereka menuju pohon yang buahnya belum dipetik.

Dalam proses pemetikan, tak jarang digunakan tangga untuk menjangkau buah yang agak tinggi.

Kastira Kasmani (54) pemetik kopi di Desa Liberia Timur, Boltim, (Foto: Indra Umbola).

Kopi Adalah Bagian dari Sejarah

Lebih dari seratus tahun lalu, Belanda datang dengan perjanjian kerja sama untuk membangun sentra produksi kopi di wilayah Kerajaan Bolaang Mongondow (Bolmong), tepatnya di distrik Modayag.

Kurang lebih 1500 hektare lahan di wilayah itu ditanami kopi oleh pekerja yang secara khusus didatangkan dari Pulau Jawa. Saat perusahaan budidaya kopi milik Belanda terpaksa hengkang, para pekerja tetap tinggal dan merawat apa yang menjadi alasan mereka dimobilisasi ke “tanah seberang”.

Setelah Indonesia Merdeka, para pekerja yang tak punya opsi kembali memutuskan untuk mendirikan desa yang diresmikan dengan nama Purworejo.

Dalam perjalanannya, Purworejo kemudian dimekarkan menjadi tujuh desa, yakni Purworejo Induk, Purworejo Tengah, Purworejo Timur, Sumberejo, Liberia Induk, Liberia Timur, dan Candi Rejo.

Sriwidati, Awani dan Kastira merupakan generasi keempat dari pekerja perkebunan kopi yang didatangkan pada awal abad ke-20.

Sejak dini ketiganya telah terpapar dengan pengetahuan tentang kopi, khususnya dalam hal merawat dan memanen.

“Sudah lama, dari kecil (merawat kopi). Pokoknya (masyarakat) Liberia itu hidupnya (berkaitan dengan) kopi,” ucap Sriwidati.

Hingga memasuki usia senja, ketiganya pun masih tetap beraktivitas di bawah rindang daun kopi Liberia.

Sriwidati Wasar (65) pemetik kopi di Desa Liberia Timur, Boltim, (Foto: Indra Umbola).

Kopi Sumber Pendapatan

Di era 2000-an, banyak lahan kopi yang telah dikonversi menjadi lahan hortikultura.

Meski luas lahan yang dikonversi tak terdata di desa, namun fenomena tersebut dapat diamati secara kasat mata.

Seperti yang dijelaskan Awani bahwa dulunya ia memiliki lahan kopi namun kini tidak lagi, keluarganya fokus di ladang hortikultura.

Namun, itu tak serta merta melunturkan potensi kopi sebagai salah satu sumber pendapatan.

Ia mengaku, pendapatan harian sebagai pemetik buah kopi cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

“Untuk biaya harian, boleh menutupi,” ujarnya. Hal itu juga diakui oleh Kastira.

Menurutnya, saat musim panen, pendapatan dari memetik buah kopi dapat menutupi biaya hidup sehari-hari.

“Kadang kala boleh, kadang kala tidak. Kalau sedang panen, bisa (menutupi). Tapi kan kopi tidak setiap hari berbuah,” ucapnya.

Merawat Kopi, Merawat Kehidupan

Sriwidati, Awani, dan Kastira bukan sekadar buruh pemetik kopi. Mereka adalah bagian terpenting dalam rantai panjang kelestarian ekosistem.

Ketiganya memiliki jemari yang telaten memilah buah yang siap petik.

Dengan jemari yang sama, mereka turut membersihkan pohon kopi yang selesai dipanen sebagai ikhtiar sederhana dalam hubungan timbal balik manusia dan alam.

“Setelah dipetik lalu (pohonnya) dibersihkan seperti ini,” ucap Sriwidati sambil memeragakan caranya membersihkan pohon kopi.

Saat karung besar hampir penuh, binar wajah ketiganya menegaskan satu hal: merawat kopi, merawat kehidupan.

Peliput: Indra Umbola