Membagi Peran Domestik Demi Pernikahan yang Setara

Ilustrasi pasangan setara, (Foto: Pixabay.com).

TENTANGPUAN.com – Dalam rumah tangga modern, pembagian peran domestik tidak lagi semata-mata berdasarkan gender. Pasangan suami istri masa kini mulai menyadari pentingnya kerja sama yang adil dalam mengelola urusan rumah tangga, dari mencuci piring hingga mengasuh anak.

Negosiasi peran domestik menjadi bagian penting dalam menjaga harmoni dan kesetaraan dalam pernikahan.

Peran tradisional yang selama ini mengharuskan perempuan bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan rumah mulai dipertanyakan. Banyak pasangan muda yang memilih untuk membagi pekerjaan domestik secara lebih seimbang, didasarkan pada waktu, kemampuan, dan kesepakatan bersama.

Prinsip kerja sama ini mencerminkan tumbuhnya kesadaran bahwa membangun rumah tangga adalah tanggung jawab dua pihak, bukan satu.

Sebuah studi dari Katadata Insight Center bersama UN Women pada tahun 2021 mengungkapkan bahwa selama pandemi, 58 persen perempuan Indonesia merasa beban kerja domestik meningkat, dan hanya 36 persen dari mereka yang mendapat dukungan dari pasangan dalam mengurus rumah.

Fakta ini menunjukkan bahwa kesetaraan peran di rumah masih belum menjadi norma, meskipun kesadarannya mulai tumbuh.

Negosiasi peran domestik bukan hanya soal membagi pekerjaan, tetapi juga menyangkut komunikasi, empati, dan kesediaan untuk saling belajar. Banyak pasangan yang awalnya mengalami konflik karena perbedaan latar belakang nilai atau cara dibesarkan, namun mampu menemukan titik tengah melalui dialog yang jujur dan terbuka.

Misalnya, suami yang belum terbiasa memasak atau mengganti popok, akhirnya belajar karena memahami bahwa pasangannya tidak bisa menanggung semuanya sendirian.

Perubahan ini juga didorong oleh meningkatnya partisipasi perempuan di dunia kerja. Ketika perempuan bekerja dan menyumbang secara ekonomi, pembagian kerja domestik menjadi hal yang tak terhindarkan.

Pasangan yang gagal beradaptasi dengan dinamika ini berisiko mengalami ketegangan atau ketimpangan relasi, yang bisa berdampak pada kualitas pernikahan secara keseluruhan.

Anak-anak yang tumbuh di lingkungan rumah tangga yang setara pun mendapat teladan positif. Mereka belajar bahwa pekerjaan rumah bukan hanya tugas ibu, dan peran ayah bukan hanya mencari nafkah. Nilai-nilai kesetaraan yang ditanamkan sejak dini akan membentuk generasi yang lebih adil dan terbuka terhadap perbedaan peran gender.

Pernikahan yang setara bukan berarti tanpa perbedaan, tetapi bagaimana perbedaan itu dinegosiasikan dengan saling menghargai. Pembagian peran domestik yang adil menjadi fondasi penting bagi hubungan yang sehat dan bertahan lama. Di tengah perubahan zaman, rumah tangga yang egaliter bukan sekadar idealisme, melainkan kebutuhan yang realistis dan membebaskan.